KONTEKS.CO.ID – Kinerja ekspor Indonesia pada September 2022 tercatat tumbuh positif sebesar 20,28% (yoy), dengan tiga komoditas unggulan ekspor yaitu besi baja, minyak sawit, dan batu bara. Indonesia dapat menyumbangkan 52% minyak sawit terhadap pangsa pasar dunia serta mampu menghasilkan 40% dari total minyak nabati dunia.
“Pengembangan industri hilir juga merupakan upaya strategis untuk meningkatkan nilai tambah industri kelapa sawit agar tidak hanya terkonsentrasi pada bahan baku, tetapi perlu terus didorong ke industri hilir bahkan sampai produk akhir. Dengan upaya ini, nilai tambah tentunya akan berada di dalam negeri,” tutur Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.
Selain itu, guna mendorong keberlanjutan industri kelapa sawit, Pemerintah telah menerapkan kerangka peraturan dan mendorong kerjasama multipihak di sektor kelapa sawit, di antaranya yaitu Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2020 tentang Sertifikasi Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO), Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2019 tentang Rencana Aksi Nasional Kelapa Sawit Berkelanjutan (RAN-KSB) 2019-2024, dan Program Strategis Nasional tentang Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) yang diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 3 Tahun 2022 tentang Pengembangan Sumber Daya Manusia, Penelitian dan Pengembangan, Peremajaan, serta Sarana dan Prasarana Perkebunan Kelapa Sawit.
Ditengah peningkatan ekspor, tata kelola sawit bukannya tidak memiliki masalah. Dalam laporannya the gecko project melaporkan enam poin penting temuan investigasi seputar industri kelapa sawit;
- Perusahaan perkebunan telah gagal membangun ratusan ribu hektar kebun plasma kepada masyarakat di berbagai daerah, sehingga masyarakat berpotensi merugi triliunan rupiah tiap tahun. Di Provinsi Kalimantan Tengah saja, kami perkirakan, masyarakat lokal secara keseluruhan merugi lebih dari Rp 1 triliun saban tahun
- Plasma menjadi sumber konflik masyarakat dengan perusahaan
- Upaya pemerintah untuk menangani sengketa plasma lemah dan tidak efektif
- Audit oleh badan pemerintah pusat tidak membawa kemajuan atas plasma
- Perusahaan sawit terbesar Indonesia gagal membangun plasma yang diwajibkan secara hukum di beberapa perkebunannya
- Minyak sawit yang cemar dengan sengketa plasma tetap mengalir ke rantai pasokan barang konsumsi merek-merek terkemuka
Secara terpisah, Ekonom senior Faisal Basri menyebut masalah kelangkaan minyak goreng beberapa waktu lalu tak terlepas dari larangan pemerintah mengekspor crude palm oil (CPO) dan turunannya. “Itu merupakan kebijakan terburuk sepanjang masa,” tutupnya. ***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"