KONTEKS.CO.ID – Tarif KRL Jabodetabek naik? Memasuki tahun baru 2024, masyarakat pengguna jasa PT Kereta Commuter Indonesia (KAI Commuter) justru gelisah.
Isu kenaikan tarif KRL Commuter Line atau kereta rel listrik (KRL) Jabodetabek sendiri sudah berhembus sejak tahun 2020.
Terkait penyesuaian tarif tiket, Direktur Utama KCI, Asdo Artriviyanto, mengungkapkan, sampai sekarang belum ada kenaikan tarif KRL Commuter Line Jabodetabek.
Tetapi, di menegaskan, selaku operator, manajemen anak usaha PT KAI itu masih menunggu keputusan dari pemerintah.
KCI hanya melakoni Public Service Obligation (PSO) atau mendapatkan tugas dari pemerintah dengan memberikan layanan kereta kepada masyarakat.
Jika Kementerian Perhubungan memutuskan menetapkan penyesuaian harga atau menaikkan tarif tiket, otomatis instruksi itu harus KCI jalankan.
“Itu (kenaikkan tarif) masih pada level regulator, kami operator hanya menjalani saja. Secara sistem kami ikut dari regulator karena PSO,” tutur Asdo, mengutip Jumat 12 Januari 2024.
Lebih lanjut ia menjelaskan, kenaikkan tarif KRL Commuter Line Jabodetabek terakhir terjadi pada tahun 2016. Pascakenaikkan itu belum ada penyesuaian kembali sampai awal 2024.
Namun “angin” kenaikkan harga tarif KRL sudah berhembus sejak 2020 lalu. Lalu terperkirakan naik pada tahun lalu.
Saat itu, isunya tarif KRL Jabodetabek naik Rp2.000 dari Rp3.000 menjadi Rp5.000 untuk 25 km pertama. Lalu untuk tarif lanjutan KRL 10 km berikutnya tetap berada di angka Rp1.000.
Latar belakang rencana kenaikkan tarif KRL adalah karena besarnya peningkatan biaya operasional Jabodetabek lantaran inflasi. Kondisi itu mendorong terjadinya peningkatan komponen biaya yang KAI butuhkan.
“KRL Jabodetabek terakhir naik pada 2016, sekarang belum ada kenaikan. Tapi tunggu tanggal mainnya saja. Kami penugasan (PSO), artinya kami ini biaya operasi semua pemerintah tanggung. Jadi KCI mengoperasikan kereta api pemerintah melalui penugasan, jadi pembiayaannya itu adalah biaya operasi semua baik itu BBM, perawatan sarana prasarana, termasuk pembayaran, plus margin 10 persen itu sistem PSO,” pungkasnya. ***
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di "Google News"