KONTEKK.CO.ID – Beras premium di pasaran langka. Harga beras pun terus meroket menjelang hari pemilihan umum dan bulan Ramadan.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, harga beras pada Januari 2024, naik 1,62 persen secara bulanan.
Di tingkat grosir naik 0,97 peren dan di tingkat eceran, naik 0,63 persen secara bulanan.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Nicholas Mandey menyebut, saat ini, harga beras premium yang awalnya dibanderol Rp13.150 per kg, kini sudah meroket jadi Rp16.000-Rp17.000 per kg.
Menanggapi hal tersebut, analis kebijakan pangan, Syaiful Bahari mengatakan, kenaikan harga beras di Indonesia yang terjadi saat ini tertinggi dalam 10 tahun terakhir.
Kenaikan harga yang biasanya berkisar ratusan rupiah menjadi ribuan rupiah.
“Dulu kenaikannya 50 perak, 100 perak, sekarang sudah melejit Rp1.000-5.000. Ini nilai tertinggi dalam sejarah persoalan pangan di Indonesia,” ujar Syaiful Bahari dalam diskusi Suara Reboan di Metro TV pada Rabu, 13 September 2023.
Jelas saja ini merupakan masalah besar bagi masyarakat.
Perhitungannya, rata-rata biaya per bulan per rumah tangga naik Rp60.000-Rp70.000.
“Jika misal kenaikan harga beras Rp2.000, beban di masyarakat itu naik Rp60 triliun per tahun,” katanya.
Menurutnya, kenaikan harga ini terjadi karena suplai beras yang kurang.
Jumlah kebutuhan konsumsi ideal masyarakat mencapai 30 juta ton per tahun atau sekitar 2,5 juta ton per bulan sesuai dengan jumlah penduduk.
Namun, produksi beras saat ini hanya mencapai 24 juta ton per tahun. Angka itu jauh di bawah kebutuhan konsumsi.
Anggaran Subsidi Pupuk Jadi Biang Kerok
Sejak Januari 2023, krisis beras terjadi secara masif. Pemangkasan anggaran subsidi pupuk juga menjadi salah satu biang kerok berdampak pada produktivitas beras hingga 40 persen.
Anggaran pupuk di 2019 ada Rp34 triliun. Namun pada 2023, malah menjadi Rp24 triliun.
“Setiap tahun dipangkas. Selama lima tahun, itu pemangkasan pupuk itu sebesar Rp10 triliun,” kata Syaiful.
Selain itu, laporan Bulog menyatakan persediaan cadangan beras pemerintah hanya mencapai 250.000 ton.
“Stok tersebut bahkan tak cukup untuk memenuhi kebutuhan selama sebulan,” katanya.***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"