KONTEKS.CO.ID – Urgensi terkait pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU P2SK) alias omnibus law keuangan diungkapkan Indonesia Fintech Society (IFSoc) kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
UU sektor keuangan dianggap sudah kurang relevan dalam merespons perkembangan teknologi yang semakin pesat. “Untuk itu diperlukan pengaturan berbasis aktivitas agar mencapai keseimbangan antara inovasi dengan perlindungan konsumen,” demikian diungkapkan Ketua Steering Committee IFSoc Rudiantara, Kamis 27 Oktober 2022.
Dalam konteks omnibus law, IFSoc fokus pada dua aspek, mendorong pemanfaatan teknologi untuk meningkatkan layanan keuangan agar sustainable dan perlindungan konsumen.
Berdasarkan Global Findex dari World Bank (2021), indeks inklusi keuangan di Indonesia mencapai 51,8 persen, lebih tinggi dari kawasan ASEAN di angka 50,6 persen. Namun, nilai itu lebih rendah jika dibandingkan dengan negara berpenghasilan menengah ke bawah yang memiliki indeks inklusi keuangan mencapai 62,4 persen.
Sedangkan jumlah akumulasi penyaluran pinjaman dan outstanding pinjaman fintech lending dari Januari – Agustus 2022 telah mencapai Rp436,12 triliun. Diikuti dengan jumlah investor yang paling banyak pada Agustus 2022 adalah instrumen reksa dana mencapai 8,8 juta investor.
IFSoc merekomendasikan agar omnibus law keuangan ini harus dilakukan percepatan pembahasan pengesahan dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian. Khusus di sektor fintech dibutuhkan payung hukum pengembangan dan penguatan sektor keuangan digital yang lebih adaptif. ***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"