KONTEKS.CO.ID – Laporan oleh Universitas Boston, yang rilis dalam pertemuan musim semi IMF/Bank Dunia mengungkapkan, negara-negara berkembang berpotensi harus membayar utang luar negeri sebesar USD400 miliar atau setara dengan Rp6,4 kuadriliun pada 2024.
Laporan ini juga menyatakan, sekitar 40 negara berisiko gagal membelanjakan dana yang mereka butuhkan.
Padahal dana itu untuk adaptasi iklim dan pembangunan berkelanjutan tanpa risiko gagal bayar dalam lima tahun ke depan.
Melansir dari Channel News Asia, Selasa 16 April 2024, dalam laporan yang dipimpin oleh Debt Relief for Green and Inclusive Recovery Project (DRGR), 47 negara berkembang akan mencapai ambang batas kebangkrutan utang luar negeri.
“Mereka akan berada dalam tekanan utang yang tinggi sehingga mereka akan mengalami gagal bayar (default), mengingat kondisi utang saat ini jika mereka mencoba memobilisasi pembiayaan itu,” kata Kevin Gallagher, direktur Pusat Kebijakan Pembangunan Global Universitas Boston.
Sementara itu, 19 negara berkembang lainnya juga kekurangan likuiditas untuk memenuhi target belanja tanpa bantuan meskipun tidak mendekati ambang batas default.
Laporan Universitas Boston menyerukan perombakan pengelolaan keuangan global.
Selain itu juga pengampunan utang bagi negara-negara yang paling berisiko, peningkatan pembiayaan terjangkau, serta peningkatan kredit.
“Kita perlu memobilisasi lebih banyak modal dan menurunkan biaya modal bagi negara-negara jika kita ingin mencapai hal ini,” jelas Gallagher.
Sebagai informasi, Proyek DRGR adalah hasil kolaborasi antara Pusat Kebijakan Pembangunan Global Universitas Boston, Heinrich-Böll-Stiftung, Pusat Keuangan Berkelanjutan, SOAS, dan Universitas London.
Mereka menyoroti pentingnya aksi kolektif dalam mengatasi tantangan finansial yang negara-negara berkembang hadapi. Terutama dalam konteks adaptasi terhadap perubahan iklim dan pembangunan yang berkelanjutan.***
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di "Google News"