KONTEKS.CO.ID – General Atlantic dan CVC Capital Partners memutuskan untuk menghentikan upaya penjualan saham jutaan dolar di perusahaan-perusahaan yang mengoperasikan merek-merek makanan cepat saji asal AS di Indonesia dan Malaysia.
Dua pemain besar dalam dunia ekuitas swasta itu mengambil keputusan demikian akibat gelombang protes dan kampanye boikot yang melanda bisnis merek-merek tersebut.
Aksi protes dan boikot terkait dengan perang yang tengah berkecamuk di Gaza.
Konsumen di Indonesia dan Malaysia yang mayoritas beragama Islam gencar melakukan boikot terhadap merek-merek AS sejak perang di Gaza mulai.
Merek-merek yang menjadi sasaran utama di antaranya Starbucks, KFC, dan Pizza Hut.
Mereka dianggap memiliki keterkaitan dengan dukungan AS terhadap Israel.
Para pemilik merek-merek tersebut telah menegaskan netralitas mereka dalam konflik tersebut.
Tak hanya itu, perusahaan-perusahaan yang mengoperasikannya dengan model waralaba juga menekankan asal usul bisnis mereka yang lokal.
Sayangnya, boikot terus berlanjut dengan intensitas yang cukup tinggi.
Menurut laporan dari Financial Times, General Atlantic telah memutuskan untuk menghentikan penjualan 20% sahamnya di PT Map Boga Adiperkasa Tbk. (MAPB), pengelola merek Starbucks di Indonesia, pada Desember.
Kapitalisasi pasar Map Boga Adiperkasa mencapai sekitar Rp4,73 triliun, menjadikan porsi kepemilikan General Atlantic hampir mencapai Rp1 triliun.
Alasan di balik penghentian penjualan saham ini sebagian besar berkaitan dengan penurunan penjualan, pembatasan rencana ekspansi, serta dampak negatif terhadap karyawan di outlet-outlet mereka.
Situasi ini makin parah dengan belum adanya indikasi boikot akan berakhir dalam waktu dekat.
CVC Capital Partners
Sementara itu, CVC Capital Partners juga menghentikan penjualan 21% sahamnya di QSR Brands Malaysia, yang merupakan operator KFC dan Pizza Hut di negara tersebut.
Alasannya serupa yakni terkait dengan gerakan boikot yang sedang berlangsung.
Menurut beberapa sumber, penghentian penjualan saham ini terpicu oleh beberapa faktor.
Salah satunya tidak mencapai valuasi yang diinginkan. QSR Malaysia, sebagai perusahaan swasta, tidak mengungkapkan secara terperinci data keuangannya.
Namun sahamnya telah memiliki nilai lebih dari RM1,2 miliar (USD252 juta) pada tahun sebelumnya.
Keputusan dari dua pemain besar di dunia ekuitas swasta ini menyoroti dampak serius dari gerakan boikot di wilayah dengan populasi Muslim yang besar.
Masyarakat tidak hanya membatasi boikot mereka pada merek-merek makanan dan minuman, namun juga mulai mengarahkan perhatian mereka pada merek kecantikan.
Contohnya adalah Unilever yang melaporkan penurunan penjualan hingga 15% di Indonesia pada kuartal keempat tahun sebelumnya.***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"