KONTEKS.CO.ID – Rupiah memulai minggu ini dengan gemilang, menguat 0,61% terhadap dolar AS dan menjadikannya mata uang dengan penguatan terbesar di Asia.
Pada Senin, 6 Mei 2024 pagi, rupiah dibuka di level Rp15.985 per dolar AS, kembali ke bawah Rp16.000 setelah penutupan Jumat 3 Mei 2024 di Rp16.083.
Penguatan nilai tukar mata uang rupiah ini terpicu oleh data ekonomi AS yang lebih lemah dari perkiraan.
Sementara, hingga jam 09.00 WIB, fluktuasi mata uang Asia bervariasi. Won Korea Selatan berada sedikit di bawah rupiah setelah mengalami kenaikan sebesar 0,54%.
Selanjutnya, peso Filipina naik sebesar 0,27% dan dolar Taiwan mengalami kenaikan sebesar 0,19%. Baht Thailand juga menguat sebesar 0,07%.
Di sisi lain, yen Jepang mengalami pelemahan terbesar di Asia dengan penurunan sebesar 0,34%.
Selain itu, dolar Singapura mengalami penurunan sebesar 0,1% dan ringgit Malaysia turun 0,07% pada awal perdagangan hari ini.
Selanjutnya, dolar Hong Kong melemah tipis 0,04% terhadap greenback.
Data Non-Farm Payroll (NFP) dan Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur ISM Amerika Serikat (AS) menunjukkan perlambatan aktivitas ekonomi, memicu pelemahan dolar AS.
Analis pasar mata uang, Lukman Leong, menjelaskan NFP April 2024 hanya mencapai 175 ribu, jauh lebih rendah dari perkiraan 238 ribu. Hal ini menunjukkan penambahan lapangan pekerjaan yang lebih lambat dari ekspektasi.
Sementara itu, PMI Manufaktur ISM AS pada April 2024 juga menunjukkan kontraksi, dengan angka aktual 49,2 lebih rendah dari perkiraan 50,0 dan dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 50,3.
“Rupiah diperkirakan akan dibuka datar dengan kecenderungan menguat terbatas terhadap dolar AS yang melemah setelah keluarrnya data ekonomi AS yang lebih lemah pada hari Jumat (3/5), yaitu NFP dan ISM,” kata Lukman Leong.
Pelemahan data ekonomi AS ini memicu spekulasi bahwa Bank Sentral AS (The Fed) mungkin akan memperlambat laju kenaikan suku bunganya.
Hal ini mendorong investor untuk kembali ke aset berisiko seperti mata uang negara berkembang, termasuk rupiah.
PDB Akan Ikut Andil
Namun, Lukman mengingatkan bahwa penguatan rupiah dapat bersifat sementara.
Data Produk Domestik Bruto (PDB) kuartal I-2024 yang akan Badan Pusat Statistik (BPS) rilis siang ini terprediksi akan terkontraksi sebesar 0,9 persen. Hal ini dapat menekan rupiah kembali.
“Ini (data PDB yang terkontraksi) akan menekan rupiah,” kata Lukman.
Secara keseluruhan, mata uang RI ini menunjukkan performa yang cukup baik di awal pekan ini.
Penguatan rupiah ini sejalan dengan prediksi Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo. Dia memperkirakan rupiah akan menguat ke level Rp15.800 per dolar AS pada akhir 2024.***
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di "Google News"