KONTEKS.CO.ID – Kebijakan pemerintah yang menaikkan cukai rokok elektrik 15 persen setiap tahunnya tidak membuat investor industri ini surut. Saat ini sepuluh produsen rokok elektrik berminat menyuntikkan modalnya di Indonesia.
“Ada beberapa produsen rokok elektrik yang berminat investasi di Indonesia. Sepengetahuan kami, ada sekitar 10 perusahaan yang sedang dalam tahap penjajakan,” kata Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar Kementerian Perindustrian Edy Sutopo di Jakarta.
Sampai saat ini, terdapat 2,2 juta pengguna hasil pengolahan tembakau lainnya (HPTL), termasuk rokok elektrik. Jumlahnya bertambah sekitar 40 persen dari total pengguna tahun lalu.
Kemenperin masih menyiapkan pengaturan serta pengembangan terkait dengan mutu produk sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI) yang terus mengikuti perkembangan teknologi, konsumen, dan regulasi.
Edy menyampaikan, pengenaan tarif cukai terhadap produk rokok elektrik sebagai bentuk pengakuan pemerintah terhadap industri tersebut. “Secara kebijakan, pemerintah sudah mengakui keberadaan daripada industri rokok elektrik, dengan dibuktikan adanya pengenaan cukai,” ujarnya.
Ketika dikenakan cukai pada 2018, kontribusi cukai rokok elektrik ini mencapai 98,9 persen dan meningkat pesat pada 2021 menjadi 629,3 persen. Dengan kata lain, rata-rata setiap tahunnya naik 84,2 persen. Tahun ini rokok elektrik ditargetkan bisa menyumbang cukai hingga Rp1 triliun. Angka tersebut naik dibandingkan dengan tahun 2021 yang kontribusinya diestimasi sekitar Rp629 miliar.
Ketua Aliansi Pengusaha Penghantar Nikotin Elektronik Indonesia (Appnindo) Teguh Basuki Ari Wibowo mengatakan, pihaknya meminta kepada pemerintah agar dapat merelaksasi tarif cukai untuk tahun depan. Saat ini, cukai diatur dalam PMK No. 193/2021 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau Berupa Rokok Elektrik dan Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya.
Relaksasi diperlukan mengingat skala industri rokok elektrik yang relatif masih kecil. Pada 2021, kontribusi rokok elektrik terhadap penerimaan cukai negara dari industri hasil tembakau (IHT) senilai Rp629,3 miliar atau hanya 0,3 persen dari total penerimaan cukai hasil tembakau. “Dengan kontribusi pajak masih 0,3 persen dari total produk IHT, maka kami berharap ada relaksasi tarif cukai ke pemerintah untuk tahun depan,” ujar Teguh.
Sementara itu, General Manager RELX Indonesia, Yudhistira Eka Saputra mengatakan, pihaknya tengah mengkaji peluang untuk membangun pabriknya di Indonesia. “Sebagai perusahaan global, tentu kami ingin membangun pabrik di banyak negara. Apalagi pasar Indonesia sangatlah besar, tetapi ini butuh kajian yang panjang sambil melihat perkembangan regulasi,” ucapnya
Yudisthira juga mengemukakan, pihaknya mendukung penuh langkah pemerintah yang tengah menyusun SNI untuk produk hasil tembakau termasuk rokok elektrik. “Kami berharap agar ke depannya bisa dipermudah untuk mendapatkan SNI, sehingga industri bisa tumbuh lebih besar lagi di Indonesia,” tandasnya. ***
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di "Google News"