KONTEKS.CO.ID – Baru-baru ini, kebijakan pemerintah yang mewajibkan potongan gaji pekerja sebesar 3% untuk Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) mendapat penolakan dari berbagai elemen masyarakat, termasuk pengusaha dan buruh.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Shinta Kamdani, menyampaikan banyak pihak yang menolak kebijakan pemotongan gaji untuk iuran Tapera. Menyikapi hal ini, APINDO telah mengirim surat resmi kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Menurut Shinta Kamdani, serikat buruh dan pekerja juga menolak pemberlakuan program Tapera. Mereka berpendapat program ini menambah beban iuran yang harus ditanggung baik oleh pelaku usaha maupun pekerja/buruh.
Shinta menjelaskan, APINDO pada prinsipnya mendukung kesejahteraan pekerja, terutama dalam hal ketersediaan perumahan.
Namun, PP No. 21/2024 dianggap sebagai duplikasi dari program Manfaat Layanan Tambahan (MLT) perumahan pekerja yang telah ada bagi peserta program Jaminan Hari Tua (JHT) BP Jamsostek.
“Tambahan beban bagi Pekerja (2,5%) dan Pemberi Kerja (0,5%) dari gaji yang tidak diperlukan karena bisa memanfaatkan sumber pendanaan dari dana BPJS Ketenagakerjaan,” jelas Shinta.
APINDO berpendapat pemerintah seharusnya mengoptimalkan penggunaan dana BPJS Ketenagakerjaan.
Berdasarkan PP, maksimal 30% dari aset JHT yang totalnya mencapai Rp460 triliun dapat untuk program MLT perumahan pekerja.
Shinta menyebutkan meskipun dana MLT tersedia dalam jumlah besar, pemanfaatannya saat ini sangat minim.
Lebih lanjut, APINDO mengungkapkan aturan Tapera akan menambah beban pengusaha dan pekerja, terutama mengingat beban pungutan yang saat ini sudah tinggi.
Secara keseluruhan, beban pungutan yang pelaku usaha tanggung sudah mencapai 18,224-19,74% dari penghasilan kerja.
Berikut rinciannya:
Detail tentang biaya yang harus oleh pelaku usaha tanggung untuk pekerja menurut APINDO
A. Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (berdasarkan UU No. 3/1999 ‘Jamsostek’)
- Jaminan Hari Tua (3,7%)
- Jaminan Kematian (0,3%)
- Jaminan Kecelakaan Kerja (0,24-1,74%)
- Jaminan Pensiun (2%)
B. Jaminan Sosial Kesehatan (berdasarkan UU No. 40/2004 ‘SJSN’)
Jaminan Kesehatan (4%)
C. Cadangan Pesangon (berdasarkan UU No. 13/2003 ‘Ketenagakerjaan’)
Sesuai dengan PSAK No. 24/2004 berdasarkan perhitungan aktuaria sekitar (8%).
Menurut Shinta, beban tersebut semakin berat akibat depresiasi Rupiah dan melemahnya permintaan pasar.
Oleh karena itu, APINDO terus mendorong peningkatan manfaat program MLT BPJS Ketenagakerjaan agar pekerja swasta tidak perlu mengikuti program Tapera.
APINDO berpendapat program Tapera sebaiknya hanya untuk bagi ASN, TNI, dan Polri.
Asosiasi ini juga telah melakukan diskusi dan koordinasi dengan berbagai pihak terkait, termasuk BPJS Ketenagakerjaan dan Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) untuk mempercepat perluasan program MLT guna memenuhi kebutuhan perumahan pekerja.
Dalam diskusi tersebut, keputusannya, pekerja swasta dapat dikecualikan dari Tapera dan tetap mendapatkan fasilitas perumahan dari BP Jamsostek.
Dengan penolakan yang tegas dari pengusaha dan buruh, pemerintah haraparannya dapat mempertimbangkan kembali kebijakan Tapera dan mencari solusi yang tidak memberatkan salah satu pihak.***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"