KONTEKS.CO.ID – Kurs rupiah terhadap dolar AS atau USD dalam penutupan perdagangan valas hari ini, Jumat 26 Juli 2024, rontok 51 poin (0,31%).
Pelemahan ini mengantar rupiah ke level Rp16.301/USD terbandingkan nilai tukar kemarin, Kamis 25 Juli 2024, yang berada di kisaran Rp16.250.
Bloomberg mencatat, rupiah sempat naik pada level Rp16.293 per dolar AS pada sesi pembukaan hari ini. Penguatan dolar terpicu oleh sentimen positif dari isu lokal Amerika Serikat.
Ibrahim Assuaibi, pengamat pasar uang, mengungkapkan, nilai USD terpengaruh kondisi pasar yang sejumlah indikasi positif dari data PDB AS pada kuartal kedua. PDB-nya lebih kuat dari prediksi yang beredar.
Fokus juga mengarah pada data indeks harga PCE mendatang, yang merupakan pengukur inflasi pilihan Federal Reserve. Ini untuk isyarat lebih lanjut terkait wacana pemotongan suku bunga.
“Pembacaan itu terharapkan menunjukkan inflasi mereda lebih lanjut pada bulan Juni, meskipun sedikit. Hal itu juga terjadi beberapa hari menjelang pertemuan The Fed. Yakni, di mana BI-nya AS secara luas terharapkan tetap mempertahankan suku bunga tetap stabil. Serta mengisyaratkan pemotongan suku bunga pada bulan September,” jelas Ibrahim pada risetnya, mengutip Jumat 26 Juli 2024.
Nah, suku bunga yang lebih rendah adalah penanda baik untuk harga emas dan logam mulia. Ini karena mereka mengurangi biaya peluang berinvestasi dalam aset yang tidak menghasilkan.
Isu positif lainnya, Wapres AS, Kamala Harris, menekan PM Israel Benjamin Netanyahu untuk membantu mencapai kesepakatan gencatan senjata yang bisa menyelamatkan warga Palestina. Tekanannya ia lakukan dengan nada yang lebih keras daripada Presiden Joe Biden.
Pada sisi isu domestik, pasar ternyata tetap memantau pergerakan Utang Luar Negeri (ULN) RI terhadap China. Sekadar informasi, utang Jakarta ke Beijing telah melonjak pada dua periode kepemimpinan Presiden Jokowi.
Posisi utang terakhir pada Mei 2024 senilai USD22,86 miliar (Rp372,3 triliun dengan kurs Jumat pagi Rp16.288 per USD).
Merujuk Data Statististik Utang Luar Negeri dari Bank Indonesia, secara umum posisinya pada akhir Mei 2024 ini berada di jumlah USD407,3 miliar (Rp6.634,1 triliun).
Jumlah itu naik 1,8% (year-on-year/yoy) mulai dari Mei 2023 senilai Rp400,24 miliar. Secara bulanan atau month-to-month (mtm) dari April 2024 pun, posisi utang luar negeri naik 2,1% dari USD398,82 miliar menjadi USD407,3 miliar.
Kurs Rupiah dan Utang Luar Negeri Indonesia
BI mencatat kenaikan utang terutama terdorong oleh bank sentral dengan nilai USD18,78 miliar pada Mei 2024. Jumlahnya naik dari USD9,26 miliar pada Mei 2023.
Meski utang menanjak, struktur ULN Indonesia hingga Mei 2024 tetap sehat. Ini karena adopsi prinsip kehati-hatian dalam pengelolaannya.
Lihat saja rasio ULN Indonesia terhadap PDB yang terekam 29,8%. Dan terdominasi oleh ULN jangka panjang dengan pangsa mencapai 85,9% dari total ULN.
Khusus posisi ULN Indonesia terhadap China, tercatat adanya kenaikan baik secara tahunan maupun bulanan. Masing-masing 14,28% (yoy) dan 4% (yoy).
Jika membandingkan ULN dari China dengan total ULN secara keseluruhan, porsi utang dari China memang tercatat hanya 5,6% dari total utang Indonesia.
Merujuk perhitungan di atas, mata uang rupiah untuk perdagangan berikutnya terprediksi bergerak fluktuatif. Tapi akan kembali melemah pada rentang Rp16.290-16.370 per dolar AS. ***
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di "Google News"