KONTEKS.CO.ID – Tata niaga sawit merugikan negara hingga Rp300 triliun. Nilai kerugian yang sangat berarti di saat defisit APBN terus melebar.
Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Muhammad Yusuf Ateh, mengatakan, kebocoran uang negara tersebut merupakan dampak dari hasil tata kelola atau niaga sawit.
Jumlah itu adalah hasil perhitungan akumulatif denda perusahaan sawit yang beroperasi di kawasan hutan. Plus adanya selisih pembayaran denda. “Tapi kebanyakan (Pasal) 110B,” ungkap Muhammad Yusuf Ateh, Selasa 15 Oktober 2024.
Maksud dari angka 110B ialah Pasal 110B UU No 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah pengganti UU No 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.
Pasal ini memiliki arti memberi kesempatan kepada pengusaha yang melakukan kegiatan usaha di dalam kawasan hutan untuk mengurus perizinan paling lambat tiga tahun. Tepatnya sejak UU No 6 Tahun 2023 pemerintah berlakukan. Sanksi yang melanggar ketentuan ini berupa hukuman administratif.
Selain itu, sebagian kecil ialah pelanggaran termasuk kategori Pasal 110A UU Ciptaker. Peraturan tersebut mengatur perusahaan dengan izin usaha sebelum UU Cipta Kerja tersahkan mendapat keringanan pemutihan atau dilegalkan. Dengan syaratm menyelesaikan persyaratan sebelum November 2023.
Kalau tidak memenuhi persyaratan sesuai aturan perundangan sampai batas waktu yang tertentukan, maka mereka akan kena sanksi administratif. Sanksi itu berupa pencabutan izin atau denda.
Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), ada 3,37 juta hektare sawit ilegal yang tertanam di kawasan hutan.
Dari jumlah itu, KLHK mengidentifikasi 2.130 perusahaan yang bakal kena sanksi. Tetapi data Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum KLHK per 28 Maret 2024 mencatat baru ada 365 perusahaan yang mengajukan pemutihan. Padahal totalnya ada 2.130 perusahaan. ***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"