KONTEKS.CO.ID – Ekspansi sektor manufaktur masih terjaga dalam 15 bulan berturut-turut. Purchasing Managers’ Index (PMI) Indonesia terus ekspansif pada bulan November di level 50,3, meski melambat jika dibandingkan dengan bulan lalu yang mencapai 51,8.
Pembukaan lapangan kerja juga masih ekspansif dan diharapkan dapat dilaksanakan. “Sektor manufaktur yang masih ekspansif hingga saat ini merupakan salah satu faktor penting dalam menjaga kesinambungan pemulihan ekonomi dalam negeri di tengah peningkatan risiko dan kesejahteraan perekonomian global,” ujar Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu dalam keterangan resminya, Jumat 2 Desember 2022.
Ekspansi manufaktur Indonesia terjadi di tengah pelemahan PMI manufaktur beberapa negara yang bahkan mulai mengalami kontraksi seperti Vietnam 47,4 (Oktober 50,6) dan Jepang 49,0 (Oktober 50,7). Beberapa negara lain juga belum berhasil keluar dari zona kontraksi seperti Myanmar 44,6 (45,7 Oktober) dan Malaysia 47,9 (48,7 Oktober).
Secara keseluruhan, optimisme dunia usaha masih terjaga dengan terus stabilnya kondisi pandemi serta pemulihan permintaan yang terus menguat meski sebagian responden mulai mengantisipasi risiko gejolak ekonomi global.
Di sisi harga, pada November 2022 inflasi tercatat sebsar 5,42% (yoy), lebih rendah dibandingkan Oktober yang mencapai 5,71%. Jika dibandingkan secara bulanan, inflasi November naik tipis sebesar 0,09%.
Dilihat dari komponen pembentuk inflasi, inflasi inti yang merupakan kontributor terbesar masih bergerak stabil pada 3,3% (yoy). Angka ini mencerminkan masih kuatnya daya beli masyarakat ditengah tekanan kenaikan harga.
Tren stabil ini terjadi pada beberapa kelompok pengeluaran, seperti sandang, perumahan, perlengkapan rumah tangga, informasi dan komunikasi, yang juga menunjukkan layanan inflasi stabilnya.
Sementara, inflasi pangan bergejolak (volatile food) menurun cukup dalam menjadi 5,7% (yoy) dari sebelumnya 7,20% pada bulan oktober.
Penurunan ini didukung oleh deflasi harga aneka cabai. Di sisi lain, harga beras masih melanjutkan tren naik meskipun dengan kenaikan yang mulai melanda.
“Menanggapi tren kenaikan harga beras, Pemerintah melalui Bulog lebih banyak memasok beras di pasar di tengah kendala stok karena produksi beras nasional yang menurun. Penguatan stok nasional terus dilakukan melalui koordinasi Tim Pengendali Inflasi Pusat (TPIP) – Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID), yaitu dengan menghimpun produksi dari sentra daerah-daerah,” tambah Febrio.
Selain beras, terjadi kenaikan harga tahu-tempe seiring dengan naiknya harga solutif global dan menipisnya stok di dalam negeri. Pemerintah telah melaksanakan impor sosi untuk menjaga stabilisasi suplai domestik.
Inflasi harga yang diatur pemerintah (administered price) mengalami penurunan minor menjadi 13,0% (yoy) dari sebelumnya 13,28% yoy didorong oleh normalisasi tarif angkutan udara.
Ke depan, Pemerintah terus berupaya menjaga daya beli masyarakat, dengan mengoptimalkan alokasi APBN dan APBD.
“Penyaluran Belanja Wajib Perlindungan Sosial dan Belanja Tidak Terduga (BTT) terus dipercepat untuk mendukung pengendalian inflasi daerah. Pemerintah Pusat dan Daerah terus memantau harga dan stok pangan, serta ketersediaan armada penerbangan dalam mempersiapkan momen Natal dan Tahun Baru sebagai antisipasi tekanan inflasi menjelang akhir tahun”, tutup Febrio. ***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"