KONTEKS.CO.ID – Kiriman uang ke negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah atau low- and middle-income countries (LMICs) menghadapi hambatan global pada tahun 2022, tumbuh sekitar 5% menjadi $626 miliar.
Kiriman uang Ini jauh lebih rendah dari peningkatan 10,2% pada tahun 2021, demikian ringkasan migrasi dan pembangunan Bank Dunia terbaru .
Direktur Global Bank Dunia untuk Perlindungan Sosial dan Pekerjaan Michal Rutkowski mengatakan kiriman uang merupakan sumber penting pendapatan rumah tangga bagi LMICs. Mereka mengentaskan kemiskinan, meningkatkan hasil gizi, dan berhubungan dengan peningkatan berat lahir dan angka pendaftaran sekolah yang lebih tinggi untuk anak-anak di rumah tangga yang kurang beruntung.
“Studi menunjukkan bahwa pengiriman uang membantu rumah tangga penerima untuk membangun ketahanan, misalnya melalui pembiayaan perumahan yang lebih baik dan untuk mengatasi kerugian akibat bencana,” ujar Rutkowski, pada awal Desember ini dalam keterangan resminya.
Aliran remitansi ke daerah berkembang dibentuk oleh beberapa faktor pada tahun 2022. Pembukaan kembali ekonomi negara tujuan seiring dengan meredanya pandemi COVID-19 mendukung pekerjaan para migran dan kemampuan mereka untuk terus membantu keluarga di kampung halaman.
Kenaikan harga, di sisi lain, berdampak buruk terhadap pendapatan riil para migran. Yang juga mempengaruhi nilai remitansi adalah apresiasi rubel, yang tukar ke dalam nilai yang lebih tinggi dalam dolar AS dalam remitansi keluar dari Rusia ke Asia Tengah.
Dalam kasus Eropa, euro yang lebih lemah memiliki efek sebaliknya yaitu mengurangi valuasi dolar AS dari aliran remitansi ke Afrika Utara dan tempat lain. Di negara-negara yang mengalami kelangkaan valuta asing dan berbagai nilai tukar, arus remitansi yang tercatat secara resmi menurun karena arus beralih ke saluran alternatif yang menawarkan tarif yang lebih baik.
“Migran membantu meringankan pasar tenaga kerja yang ketat di negara tuan rumah sambil mendukung keluarga mereka melalui remitansi. Kebijakan perlindungan sosial yang inklusif telah membantu pekerja mengatasi pendapatan dan ketidakpastian pekerjaan yang diciptakan oleh pandemi COVID-19. Kebijakan seperti itu memiliki dampak global melalui remitansi dan harus dilanjutkan,” tutup Rutkowski. ***
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di "Google News"