KONTEKS.CO.ID – Perbedaan dalam kabinet Pemerintahan Presiden Jokowi mulai mencuat ke publik tatkala Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) buka suara soal impor beras saat swasembada beras yang dilakukan Bulog pada akhir tahun kemarin.
“Kita sudah 4 tahun tidak impor beras, alasan impor ini saya tidak mengerti. Karena kita swasembada,” kata Mentan SYL dalam Rakernas Badan Karantina, Jumat 27 Januari, mengenai impor beras saat swasembada beras.
Akibat impor ini, harga beras petani menjadi murah dan ini mengurangi margin. Pasalnya beras impor Vietnam harganya lebih murah.
Data BPS menyebutkan pada 2022 pertanian Indonesia menghasilkan 54 juta ton gabah dan beras mencapai 32,54 juta ton.
Jika ditilik data produksi padi selama empat tahun belakangan, seperti klaim SYL, terungkap pada 2019 hasil panen padi surplus 2,38 juta ton, tahun 2020 surplus, 2,13 juta. Kemudian pada tahun 2021 produksi padi juga surplus 1,31 juta ton dan pada tahun 2022 surplus 1,74 juta ton.
Meski 4 tahun mengalami surplus beras, Bulog bersikeras Indonesia harus impor 501.700 ton beras dari Vietnam.
Teka-teki impor ini juga diungkapkan Ketua Komisi IV DPR, Sudin dari PDI Perjuangan beberapa waktu lalu dalam RDP Bersama Kementan dan Bulog. “Kita selama ini surplus, lalu mengapa harus impor beras?,” tutupnya. ***.
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"