KONTEKS.CO.ID – Peringatan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati terkait ancaman resesi ekonomi global sudah dialami Amerika Serikat (AS), Inggris dan seluruh Eropa. Dunia dipastikan resesi tahun 2023.
Bank sentral AS Federal Reserve atau The Fed sudah memukul gong perlombaan resesi global dengan pengumuman peningkatan suku bunga secara ekstrim dan ini diiikuti oleh bank sentral banyak negara secara bersamaan. Akibatnya bisa ditebak, dollar menguat dan banyak nilai mata uang terjun bebas.
Peringatan Sri Mulyani diungkapkan beberapa hari lalu dalam konferensi pers APBN KiTa secara virtual. Menurutnya The Fed memastikan akan terus menaikkan suku bunga sampai inflasi Amerika Serikat terkendali. Suku bunga di AS sendiri sudah naik sebesar 75 basis poin (bps).
“Suku bunga Inggris di 2,25%, naik 200 bps selama tahun 2022. AS sudah mencapai 3,25%, mereka menaikkan lagi 75 bps. Ini merespon bahwa inflasi 8,3% masih belum acceptable,” sambungnya.
Kenaikan suku bunga juga terjadi di beberapa negara, seperti di benua Eropa, hingga Amerika. Brazil menaikkan suku bunga hingga 13,7%, naik 450 bps selama 2022. Sementara indonesia ada di level 4,25%.
Pengetatan suku bunga yang dilakukan negara maju untuk menjinakkan inflasi. Kondisi ini diikuti oleh koreksi ke bawah proyeksi pertumbuhan ekonomi global.
Sri Mulyani menyebut pelemahan ekonomi global sudah mulai terlihat dari aktivitas Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur global yang turun dari 51,1 ke 50,3 pada Agustus 2022.
Dari negara-negara G20 dan ASEAN-6, hanya 24% saja yang aktivitas manufakturnya masih di level ekspansi dan meningkat dibandingkan bulan sebelumnya. Mereka adalah Indonesia, Thailand, Filipina, Rusia, Vietnam dan Arab Saudi.
“Hanya 24% dari negara G20 dan ASEAN-6, artinya mayoritas melambat dan kontraksi. Indonesia dengan kelima negara yang lain masih pada level yang akseleratif. Ini hal yang cukup positif tapi kita juga sangat menyadari lingkungan global kita mengalami pelemahan,” tuturnya.
Pemerintah telah Keliru
Ekonom Rizal Ramli mengatakan kondisi perekonomian ke depan akan semakin sulit, lantaran kebijakan yang dibuat pemerintah banyak yang keliru. Seperti kenaikan upah buruh yang tidak berbasis angka inflasi. Hal ini membuat daya beli lesu dan roda perekonomian melambat.
“Tahun lalu rata-rata upah hanya naik 1,09% pertahun, inflasi makanan sudah 11.5% dan bisa cepat naik ke 15% akibat kenaikan harga BBM dan pelemahan rupiah. Kekeliruan ini telah dimulai dari mekanisme penentuan upah,” jelasnya kepada media, Kamis, 29 September 2022.
Terkait pelemahan Rupiah atas US Dollar, menurut mantan menteri era presiden Abdurrahman Wahid ini, bukanlah sesuatu yang sulit diprediksi. “Sejatinya, tim ekonomi pemerintah memiliki forecast dan menyiapkan skenario untuk mengantisipasi dampak dari hal itu terhadap perekonomian Indonesia,” tutupnya. ***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"