KONTEKS.CO.ID – Apa itu gratifikasi dan apa sanksinya bagi mereka yang melakukan praktik jahat ini. Ramai pemberitaan tentang kasus gratifikasi yang dilakukan oleh mantan pegawai pajak Rafael Alun Trisambodo yang kini telah resmi ditahan KPK, mari kita bahas secara singkat apa itu gratifikasi.
Istilah gratifikasi tentu banyak muncul atau paling sering diungkap ketika ada sebuah kasus korupsi ataupun suap. Secara umum, gratifikasi ini selalu dikaitkan dengan sebuah pemberian yang secara cuma-cuma.
Pengertian gratifikasi yang tercantum dalam UU Nomor 20/2021 penjelasan Pasal 12b ayat 1 merupakan pemberian dalam arti luas, yang bisa meliputi pemberian uang, barang rabat (diskon), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya.
Terlepas dari bentuknya, gratifikasi kerap diasosiasikan dengan korupsi dan suap. Secara luas, gratifikasi merujuk pada pemberian yang terkait dengan pekerjaan, jabatan, atau tugas.
Di Indonesia, undang-undang yang mengatur tentang gratifikasi adalah UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah oleh UU No. 20 Tahun 2001.
Dalam undang-undang ini, pemberian atau penerimaan gratifikasi diatur sebagai salah satu bentuk tindak pidana korupsi.
Selain itu, undang-undang ini juga memberikan sanksi yang cukup berat bagi pelaku tindak pidana gratifikasi, mulai dari denda hingga hukuman penjara yang cukup lama.
Dikutip langsung dari laman Kementerian Keuangan, menurut Pasal 12b ayat (1) UU No. 20 Tahun 2001, gratifikasi bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap suap jika berkaitan dengan jabatannya dan bertentangan dengan kewajiban atau tugasnya.
Dalam pasal tersebut, diketahui ada sanksi berupa pidana penjara seumur hidup atau dengan paling singkat empat tahun dan paling lama adalah 20 tahun, serta pidana denda paling sedikit Rp200.000.000 dan paling banyak Rp1.000.000.000.
Dari ketentuan tersebut ada pengecualian, yaitu jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya ke KPK dalam waktu 30 hari sejak diterimanya gratifikasi. (Pasal 12 C ayat (1) & (2) UU No. 20 Tahun 2001).
Tentu saja gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara ini nantinya akan dapat memicu konflik kepentingan yang memengaruhi kerja dan keputusannya dalam kebijakan serta pelayanan publik.
Lantas, mengapa gratifikasi perlu dilaporkan? Praktik gratifikasi ini, tentunya memiliki dampak yang negatif pada berbagai aspek kehidupan sosial, ekonomi dan politik.
Dampaknya bisa merugikan kepentingan umum, serta memperburuk citra suatu institusi atau negara. Tentu saja adanya kasus gratifikasi ini sangat perlu dilaporkan karena korupsi sendiri bisa diawali dari suatu kebiasaan yang tanpa disadari pegawai negeri maupun pejabat penyelenggara negara.
Contoh yang paling sering adalah saat penerimaan hadiah dalam suatu acara pribadi, atau menerima pemberian fasilitas yang tidak wajar.***
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di "Google News"