KONTEKS.CO.ID – Kabar Ari Wibowo gugat cerai Inge Anugrah melebar hingga urusan dapur. Kabarnya, Ari Wibowo tergolong suami yang pelit.
Bahkan, Inge Anugrah disebut miskin dan tak punya harta bersama selama 16 tahun menikah dengan Ari Wibowo.
Perceraian Ari Wibowo dan Inge Anugrah ini dikabarkan sangat merugikan sang istri,
Kabarnya, tidak ada harta gono-gini dalam pernikahan mereka lantaran sejak awal sudah dibuat perjanjian pranikah, dan seluruh harta yang ada tercantum atas nama Ari Wibowo.
“Sebelum mereka menikah pada 2006 sudah membuat pranikah, jadi praktis memang mereka punya harta tapi semua atas nama Ari, Inge tidak punya apa-apa, nol, termasuk uang bulanan,” ungkap pengacara Inge, Petrus Bala Pattyona seperti dikutip dari YouTube Insert pada Selasa, 18 April 2023.
Padahal, selama menikah, Ari Wibowo membeli dua unit apartemen, namun tertulis atas namanya.
Hal itu tampaknya akan diperjuangkan oleh Inge lantaran semasa menikah, dia selalu patuh pada sang suami untuk mengurus rumah tangga.
Usai Ari Wibowo gugat cerai, Inge Anugrah disebut bakalan miskin. Petrus pun menilai Ari tidak adil dalam hal pembagian harta.
Meski ada perjanjian pranikah, Inge yang sudah rela hidup tanpa penghasilan serta hanya berfokus mengurus anak dan rumah tangga saja layak untuk mendapatkan bagian dari harta tersebut.
Padahal, dalam Pasal 35 Undang-Undang Perkawinan, disebutkan dengan jelas bahwa harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi bersama.
Namun berkat adanya perjanjian pranikah, maka status harta bersama akan hilang. Baik harta dan utang setiap pasutri akan menjadi tanggung jawab masing-masing.
Dasar hukum perjanjian pranikah itu sendiri Pasal 29 ayat 1 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Kesepakatan-kesepakatan di perjanjian pranikah sejatinya bisa dibuat sedemikian rupa untuk mengatur bagaimana ketentuan setiap pasangan dalam pemasukan dan pengelolaan keuangan, bukan lantas mengebiri hak-hak satu pasangan.
Poin-poin mengenai kesepakatan ini tentu harus dibahas sebelum pernikahan berlangsung, sampai kedua belah pihak menyetujuinya.
Konsultasi dengan pakar hukum tentu menjadi opsi yang baik demi memastikan hak dan kewajiban pasangan bisa terlindungi.***
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di "Google News"