KONTEKS.CO.ID – Bing Slamet adalah tokoh besar dunia hiburan di Tanah Air yang tak terbantahkan. Penampilannya di bidang musik, lawak, maupun film menghibur rakyat Indonesia selama empat dekade sejak 1940-an.
Bing Slamet adalah penggemar berat penyanyi Amerika Bing Crosby yang bersuara bariton lembut. Itu sebabnya ia tak segan menyusupkan nama Bing sebagai nama panggungnya.
Bing Slamet adalah seorang penghibur serba bisa. Tumbuh dari panggung ke panggung, Bing tertantang untuk terampil menyanyi sekaligus melucu. Ketika industri perfilman mulai tumbuh di Tanah Air, Bing pun terjun berakting.
Agitator Incaran Jepang
Tapi tak banyak yang tahu bahwa Bing Slamet muda muda adalah seorang agitator jempolan. Sejak remaja, ia membangkitkan semangat perlawanan bangsa Indonesia terhadap penjajah Jepang.
Saat usianya belum genap 15 tahun, Bing Slamet sudah menjadi incaran polisi kejam Jepang bernama Kempetai. Di zaman penjajahan Jepang, orang-orang takut pada Kempetai. Bila tertangkap, kemungkinan kecil mereka bisa lolos dan hidup.
Tapi, gelora Bing Slamet muda membuatnya belum terpikir untuk takut mati. Bing tak pernah khawatir aksinya menghasut para pejuang buat memberontak berisiko hukuman penggal dari Kempetai.
Dari balik corong mikrofon radio, Bing selalu tampil sebagai agitator yang menyemangati para pejuang menghalau kaum penjajah.
Bing juga punya cara lain untuk terus menyemangati para pejuang. Selain melakukan agitasi di radio, Bing juga melakukan safari keliling Indonesia dan menggelar pementasan komedi.
Sesekali, pementasan komedi ini mengudara di radio perjuangan. Para pejuang kemerdekaan kala itu akan selalu mengenang Bing Slamet sebagai bagian dari seniman yang berjiwa nasionalis tinggi.
Pasca proklamasi kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945, Bing malah bergabung di Divisi VI Brawijaya sebagai Barisan Penghibur. Di sini, kemampuannya bermusik dan melawak mulai terasah. Selama tugasnya menghibur tentara, Bing tanpa pamrih bersedia dikirim ke kota mana pun.
Bing Slamet, Lahir untuk Seni
Lahir di Cilegon, Banten, pada 27 September 1927, nama asli Bing adalah Ahmad Syech Albar. Ayahnya seorang pegawai administrasi pasar (mantri pasar) di zaman kolonial Belanda bernama Rintrik Achmad.
Bing menempuh pendidikan di HIS Pasundan, HIS Tirtayasa, Sjugakko, dan STM Pertambangan.
Ayah Bing berkeinginan anaknya menjadi dokter atau insinyur. Namun, Ahmad ternyata jatuh cinta dengan dunia seni dan hiburan, dunia yang sama sekali tak pernah terlintas di benak keluarganya.
Ketertarikan Bing terhadap dunia seni lantaran realita keluarga mereka sehari-hari. Meski hidup tak berkecukupan, keluarga mereka tetap tertawa, dan bahagia.
Budaya keluarga yang selalu bercanda ini kemudian membuat profil Bing Slamet menjadi pribadi yang humoris. Bahkan ketika bergaul dengan temannya di sekolah, nama Bing Slamet menjadi bintang yang paling dicari karena terampil melucu.
Teman-temannya mudah tertawa hanya melihat tingkah, atau sekadar gerak-gerik Bing Slamet ketika berjalan. Dari hal inilah Bing Slamet merasa Ia berbakat. Karakternya mudah dipahami oleh semua orang sebagai anak yang memiliki selera humor yang tinggi.
Itu sebabnya keinginan sang ayah seperti gayung tak bersambut. Pilihan hidup Bing sudah bulat, yakni mengabdi untuk seni.
Pada tahun 1939, di umur 12 tahun, Bing bergabung dengan grup orkes Terang Bulan pimpinan Husin Kasimun. Bakat seninya yang luar biasa mulai terlihat di sini. Pada 1944, ia bergabung dengan kelompok teater Pantja Warna.
Mengasah Suara di RRI
Dari ketentaraan, Bing mulai berkenalan dengan Radio Republik Indonesia (RRI) dan ditempatkan di Yogyakarta dan Malang. Ia juga sempat bergabung di Radio Perjuangan Jawa Barat.
Di RRI, Bing banyak menyerap ilmu dan pengalaman dari pemusik Iskandar dan pemusik keroncong M Sagi. Bing juga mulai berkenalan dengan banyak pemusik seperti Saifoel Bachrie, Soetedjo, dan Ismail Marzuki.
Tetapi seniman yang banyak mempengaruhinya adalah penyanyi Sam Saimun sejak mereka saling kenal di Yogyakarta. Bagi Bing, Sam Saimun adalah tokoh penyanyi panutan.
Oleh sebab itu, tak sedikit yang menyebut getaran vokal Bing sangat mirip dengan Sam Saimun. “Dia guru saya,” ujar Bing semasa hidupnya.
Suara bariton Bing Slamet untuk pertama kalinya menghiasi soundtrack film “Menanti Kasih” yang disutradarai Mohammad Said. Film yang tayang pada 1949 itu dbintangi A Hamid Arief dan Nila Djuwita.
Pada dekade 1940-an dan 1950-an, dunia hiburan masih berupa industri yang minim peminat, khususnya seni lawak atau komedi. Bing masuk ke dunia ini. Jadi selain menyanyi, Bing juga melawak.
Pionir Impersonate, Bikin Band Legendaris
Dalam bidang komedi, Bing tampil dengan sebuah inovasi. Dia adalah pelawak pertama di Indonesia yang menghadirkan tren melawak dengan teknik penggunaan logat dari beberapa daerah di Tanah Air.
Tahun 1953, sewaktu ikut lomba lawak, Bing berhasil meraih juara berkat kepiawaiannya menirukan suara dan logat tokoh dan artis top dunia (impersonate). Sejak saat itu, muncul lawakan gaya baru yang menirukan suara dan berbagai logat dari berbagai suku di Tanah Air.
Setahun kemudian, Bing menjadi juara lomba Bintang Radio untuk kategori hiburan. Ini membuat kariernya semakin mulus. Tak heran jika pada 1955 label Gembira Record dan Irama Record merilis piringan hitam pertama Bing.
Kala itu, masyarakat mengenal Bing Slamet sebagai penyanyi keroncong, pop dan jazz. Ia juga mahir bermain gitar dan menulis lagu. Lagu berjudul ‘Cemas’ adalah lagu pertama yang ia ciptakan bersama Dick Abell, seorang gitaris musik jazz.
Tak berselang lama, lagu-lagu hits karangan Bing mulai akrab di telinga masyarakat seperti ‘Risau’, ‘Hanya Semalam’, ‘Murai Kasih’, ‘Belaian Sayang’, dan juga ‘Padamu’.
Pada 1963, Bing Slamet membentuk grup musik bernama Eka Sapta. Personelnya adalah Idris Sardi pada bass dan biola, Lodewijk Ireng Maulana pada gitar dan vokal, Benny Mustafa van Diest pemain drum.
Lalu Itje Kumaunang pemegang gitar, Darmono pemain vibraphone, Muljono pemain piano, dan Bing sendiri sebagai pemetik gitar, perkusi, dan vokal.
Eka Sapta menjadi fokus perhatian karena keterampilan personelnya memainkan musik yang tengah tren pada zamannya. Band ini merilis sejumlah album pada label Bali Record, Canary Record, dan Metropolitan Records, yang kelak berubah menjadi Musica Studio’s.
Eka Sapta adalah kelompok musik pop yang terdepan di negeri ini pada era 1960-an hingga awal 1970-an. Para musisi grup ini di kemudian hari menjadi musisi besar di Indonesia.
Melegenda sebagai Pelawak dan Aktor
Kehebatan Bing Slamet adalah mampu membagi konsentrasi antara bermain musik, menyanyi, bikin lagu, melawak, dan bermain film layar lebar.
Di bidang lawak, Bing Slamet pernah membentuk beberapa grup lawak seperti Trio Los Gilos, Trio SAE, dan juga EBI.
Dari beberapa grup lawak yang ia bentuk, Kwartet Jaya adalah grup lawak yang paling populer dan paling lama bertahan. Kwartet Jaya berdiri pada 1967 dengan personel empat orang yakni Eddy Sud, Ateng, Iskak, dan Bing Slamet sendiri.
Mereka berempat sukses mengisi panggung-panggung hiburan dengan lawakan-lawakan yang fenomenal pada zamannya. Aksi kocak empat sekawan ini berhasil mendominasi pementasan lawak di Tanah Air hingga pertengahan tahun 1970-an.
Keempat personil Kwartet Jaya kemudian merambah dunia film. Bing mendirikan sebuah perusahaan film bernama Safari Sinar Sakti Film yang memproduksi beberapa film layar lebar yang laku keras di pasaran.
Genre film produksi perusahaan film itu adalah film komedi yang selalu sukses mengocok perut para penonton. Beberapa judul film yang terkenal di antaranya ‘Bing Slamet Setan Jalanan’ yang diproduksi tahun 1972, dan ‘Bing Slamet Dukun Palsu’ pada 1973.
Film ‘Koboi Cengeng’ yang tayang di bioskop pada 1974 adalah film terakhir Bing Slamet. Ia menghembuskan nafas terakhir pada 17 Desember di tahun yang sama karena penyakit liver yang dideritanya.
Saat berpulang, umur Bing Slamet baru 47 tahun. Industri hiburan kaget kehilangan salah satu tokoh pentingnya. Ribuan pelayat mengiringi jenazah Bing Slamet ke tempat peristirahatan terakhirnya di TPU Karet.
Iring-iringan mobil dan motor sepanjang hampir empat kilometer merupakan bukti bahwa sosok Bing dan karyanya mendapatkan tempat istimewa di hati masyarakat luas.***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"