KONTEKS.CO.ID – Lagu “Semut Hitam” menghentak di panggung utama Pameran 50 Tahun God Bless, Jumat 1 Maret 20224. Di usia yang kini 77 tahun, Achmad Syech Albar sang vokalis seolah mengeluarkan semua energinya di atas panggung. Di lagu itu, hampir tidak terdengar kesalahan pitch keluar dari vokalnya.
Sekitar 1000-an penonton seperti terbakar adrenalinnya mengikuti set list band yang sudah berusia setengah abad ini. Hampir di semua lagu, dari 12 lagu yang God Bless mainkan di atas panggung, semua penonton sing along.
Konser pamungkas di pameran 50 Tahun God Bless ini ditutup dengan lagu “Rumah Kita” yang memang kerap menjadi pamungkas konser mereka. Malam itu adalah pembuktian bahwa status legenda layak tersemat di nama God Bless.
Ya, untuk ukuran band yang rata-rata personelnya berusia di atas 70 tahun, stamina God Bless boleh dibilang luar biasa. Tak heran penonton dari beragam kalangan – dari gen X hingga gen Z, ikut terhanyut dalam sajian musik mereka.
Itu pula yang membuat Dirjen Kebudayaan Kemendikbud Hilmar Farid tanpa pikir panjang memutuskan pihaknya mendukung penuh pameran retrospektif 50 Tahun God Bless.
“Ini penghormatan kita terhadap God Bless. Ini kan legenda musik Indonesia dan kebetulan juga (berusia) 50 tahun dan punya pengaruh besar terhadap perjalanan musik Indondesia,” ujar Hilmar dalam perbincangan di salah satu area pameran.
Hilmar berujar, pengaruh God Bless tidak hanya melalui musiknya, melainkan juga terhadap visual seperti wardrobe, tata panggung, karya grafis di album, dan sebagainya. “Jadi ini kesempatan juga untuk menghadirkan God Bless secara utuh, bukan hanya musiknya tapi juga dampak pengaruhnya terhadap seni visual kita,” imbuh Fay, sapaan akrab pria bekas aktivis mahasiswa ini.
God Bless, Band Pertama yang Pameran
Sejatinya, pameran yang berlangsung sejak 17 Februari – 1 Maret 2024 itu terbagi atas dua bagian, yaitu pameran dan festival. Pameran berlangsung di gedung utama Galeri Nasional, sementara festival musik berada di luar area pameran.
Sejak 24 Februari 2024, setiap malam sejumlah musisi dan band terkenal mengisi festival musik. Sebut saja /rif, The Sigit, Saint Loco, penyanyi reggae Ras Muhammad, Sir Dandy, dan Rumah Sakit.
Ezekiel Rangga, Direktur Pameran Retrospektif 50 Tahun God Bless, mengaku animo penonton sangat tinggi untuk ukuran sebuah pameran seni.
Semula, Rangga dan tim memasang target awal hanya 5.000 pengunjung. Tetapi per 29 Februari 2024, ternyata pengunjung pameran sudah lebih dari 6.000 berdasarkan data tiket online pameran dan tiket festival.
Rangga melanjutkan, karena pameran ini menyangkut God Bless yang notabene ‘mbahnya’ band Indonesia, maka atmosfer pameran adalah atmosfer band dengan konten berupa behaviour sebuah band.
Rangga menambahkan, rangkaian dukungan Kemendikbud berawal ketika God Bless ulang tahun ke-50. Dukungan berupa rekaman orkestra album “Anthology” di Praha, Ceko. Setelah itu, Kemendikbud juga memfasilitasi pembuatan video klip lagu “Musisi” dari album tersebut.
Setelah konser God Bless 20 November di Istora Senayan, pemerintah menutup rangkaian 50 tahun God Bless dengan pameran Retrospektif. “Jadi itu sebuah rangkaian dukungan pemerintah terhadap ulang tahun God Bless 50 tahun,” terang Rangga.
Wimas dan Ahmad, dua pemuda yang berbincang dengan Konteks, mengaku sangat antusias mengunjungi pameran Retrospektif 50 Tahun God Bless.
Bagi mereka berdua, ini merupakan kesempatan emas bisa melihat jejak perjalanan dan karya-karya God Bless secara utuh.
“Saya ngefans banget sama Achmad Albar, suara rocknya itu yang bikin merinding,” ujar Wimas.
Lorong Waktu God Bless Berbentuk Pameran
Mengunjungi pameran 50 tahun God Bless, pengunjung seperti menelusuri jejak penting lima dekade grup legendaris itu.
Area pameran yang tidak begitu luas terbagi dalam empat bagian, yaitum Story and Journey, Live and Life, Rockstar, dan Tribute to God Bless.
Saat awal masuk ruang pameran, pengunjung akan menyaksikan pengantar kurator pameran, silsilah God Bless yang tercatat pernah menjadi ‘rumah’ bagi 23 orang musisi, diskografi hingga penghargaan yang pernah diraih God Bless. Salah satunya adalah penghargaan Museum Rekor Indonesia (MURI) sebagai band genre rock tertua yang masih berkarya.
Namun yang paling membanggakan, hingga kini God Bless adalah satu-satunya band yang menerima penghargaan langsung dari Presiden RI pada 2021. Satu lagi, God Bless adalah band di Indonesia yang dibuat jadi perangko pada 2020.
Saat masuk ke area live and life, terlihat memorabilia berupa replika kostum manggung God Bless era 1970-an. Ada pula jejak musikal masing-masing personel God Bless dan instrumen bersejarah masing-masing personel. Selain itu, salah satu ruang berubah menjadi bangunan miniatur studio latihan God Bless dan juga alat perekam analog yang mereka pakai di era silam.
Sedangkan di area Rockstar, terdapat kumpulan kliping perjalanan God Bless tertata rapi. Potongan-potongan berita dan foto dari koran berisi sejumlah kegiatan God Bless terpampang di lorong terakhir ruang pameran. Uniknya, kliping berita ini merupakan koleksi pribadi para penggemar God Bless.
Hilangnya Gitar Ikonik Ian Antono
Sayangnya tak semua instrumen bersejarah personel God Bless ikut dipamerkan. Misalnya, gitar Kramer warna putih yang ikonik milik Ian Antono.
Di masa lalu, Ian Antono seolah tak pernah lepas dari gitar elektrik kesayangannya, yaitu gitar Kramer putih.
Tak kurang 15 tahun Ian menggunakan gitar tersebut, termasuk pada saat konser Gong 2000 di Parkir Timur Senayan pada 1991 silam.
Ian Antono juga memakai gitar putih tersebut di sejumlah album God Bless, terutama saat pembuatan album “Semut Hitam”, album terlaris God Bless sepanjang sejarah. Ian tampak memegang gitar itu di cover album,
Karena perkembangan zaman, Ian memutuskan untuk tidak lagi memakai gitar tersebut.
Bertepatan dengan beroperasinya Hard Rock Cafe Jakarta, pihak pengelola meminta Ian untuk meletakkan gitar tersebut sebagai bagian dari memorabilia yang menempel di dinding Hard Rock Cafe.
“Gitar itu dulu saya titipkan jadi memorabilia di Hard Rock Cafe Jakarta di Sarinah. Tapi gitar itu hilang saat Hard Rock Cafe pindah,” celetuk Ian saat berbincang dengan Konteks di ruang pameran.
Hingga kini, Ian masih mencari gitar miliknya. (Penulis: Qur’aini Hamidea Suci – Mahasiswa Magang)***
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di "Google News"