KONTEKS.CO.ID – Film Puisi Cinta yang Membunuh bikin heboh. Film yang diproduksi Starvision Plus ini disutradarai Garin Nugroho.
Untuk pertama kali, Garin Nugroho membuat film horor. Film Puisi Cinta yang Membunuh terinspirasi dari buku puisinya yang berjudul Adam, Hawa, dan Durian.
Film ini juga terinspirasi dari fenomena masyarakat tentang trauma healing dari berbagai bentuk kekerasan ekstrem hingga mitos tenaga supernatural, serta budaya populer.
Film Puisi Cinta yang Membunuh bercerita tentang Ranum (Mawar Eva de Jongh) yang mudah terpikat dengan kata-kata indah para pria yang kemudian menghianatinya.
Hal itu berujung pada kematian mereka dan munculnya sosok misterius. Teror pun terus bermunculan.
Namun, film Puisi Cinta yang Membunuh tidak hanya mengandalkan jumpscare, karakter dan adegan yang diselipkan di film ini berbeda dibandingkan film horor lain.
Ada adegan lesbi didalamnya, yaitu kehadiran tokoh desainer lesbi bernama Deren (Kelly Tandiono).
Adegan romantis tokoh Deren terlihat pada menit ke-26 hingga ke-28. Deren yang merupakan salah satu dosen Ranum terlihat saling menggoda Ellen (Izabel Jahja) yang sedang mandi di bathub.
Sebelum Ellen mengeringkan tubuhnya, Deren terlihat menyentuh paha Ellen. Ellen kemudian mengangkat tubuhnya dari bathub.
Sementara itu, Deren terlihat membawa kain berwarna merah yang digunakan untuk menutupi tubuh Ellen. Setelah menutupi tubuhnya, Deren memeluk Ellen dari belakang. Mereka saling bertatapan dan bermesraan.
Menurut Garin, esensi film Puisi Cinta yang Membunuh ini justru kekerasan yang bisa timbul dari siapa pun.
Meski ada karakter lesbian, Garin menegaskan esensi film ini adalah tentang kekerasan yang dilakukan manusia bahkan lebih kejam daripada iblis.
“Esensi film ini justru kekerasan bisa timbul dari manusia, siapa pun dan di mana pun, bahkan kekerasan manusia lebih horor dari kekerasan hantu,” kata Garin dihubungi Kamis, 5 Januari 2023.
Mengenai karakter lesbi bernama Deren yang diperankan Kelly Tandiono, dia hanya memandang itu dari perspektif manusia yang mempunyai hak sama.
Menurut Garin Nugroho, karakter itu menjadi salah satu yang harus masuk dalam alur keseluruhan cerita.
“Bukan persoalan dibuat lesbi atau tidak, kan seluruh cerita itu untuk dinikmati masyarakat dengan presentasi masyarakat yang berbeda-beda. Karakter manusia-lah gitu. Jadi keberagaman itu yang menjadikan sebuah cerita menjadi banyak dimensi,” jelas Garin.
“Cerita ini harus dipresentasikan secara utuh,” tegasnya.
Lanjut Garin, film Puisi Cinta yang Membunuh ini bukan bentuk kampanye LGBTQ karena merupakan refleksi dari nilai-nilai atau bentuk-bentuk stereotipe di masyarakat.
“Film bisa menjadi cermin karakter dan berbagai fenomena kehidupan masyarakat, esensinya di situ. Setiap manusia ada energi positif dan negatif dan trauma yang harus diproses,” kata dia.***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"