KONTEKS.CO.ID – Seratus pelaku dan pelestari kebudayaan Jawa hadir dalam gelaran Purnama Kasangan Srawung Budaya di Griya Oetami Coffee Cililitan, Jakarta Timur, pada Sabtu, 23 Februari 2024.
Srawung dalam Bahasa Jawa berarti berinteraksi. Kehadirannya untuk mengingatkan kembali tentang kekuatan budaya bagi Indonesia.
Mereka yang hadir menikmati gelaran acara hingga tengah malam. Saling berinteraksi dalam suasana guyub.
Acara ini pertama kali digagas untuk memaknai momentum penting dalam budaya Jawa.
Kepada kalpatara.id, Toni Junus Kanjeng NgGung dari Komunitas Cinta Budaya, sebagai salah satu penggagas Srawung Budaya mengatakan, acara ini digelar pada Malam Purnama Sidhi, yang bertepatan pada bulan Kasanga.
“Sebagai ajang silaturahmi para pelestari budaya Jawa, juga untuk mengingatkan pelestarian budaya Jawa di tengah situasi perubahan zaman,” ujar Toni Junus.
Sementara Irawan Setiabudi, pengelola Griya Oetami Coffee sebagai tuan rumah sekaligus keynote speaker acara ini mengingatkan, bahwa budaya merupakan bagian dari nation character building.
Kebudayaan hadir dalam sendi-sendi kehidupan utama masyarakat Indonesia. Bahkan Pancasila merupakan kulminasi dari kebudayaan di seluruh Indonesia.
“Sebagai landasan dari kehidupan berbangsa, kita akan dorong budaya tidak lagi menjadi sub sektor, tetapi sektor yang menggerakkan irama bangsa,” katanya.
R.A. Bagus Sugiharto yang mewakili penyelenggara menyampaikan, Srawung Budaya digelar dengan memadukan antara tradisi, keterbukaan intelektual dengan orasi budaya dan ritual.
“Konsep Srawung Budaya adalah yang pertama kali dilaksanakan. Bakal dilaksanakan menjadi agenda rutin,” ujarnya.
Dalam gelaran ini, orasi budaya menghadirkan Paox Iben Mudhaffar, budayawan Pengasuh Pesantren Budaya Ndalem Wongsorogo Kendal dan R Dandhi Mahendra Uttunggadewa, budayawan dan aktivis pemberdayaan masyarakat adat.
Dalam orasinya, Paox Iben mengangkat tentang tradisi ruwatan sebagai titik anjak kedaulatan budaya Nusantara.
Paox mengisahkan lawatannya melakukan ruwatan di sembilan titik lokasi Indonesia dengan tujuan mengingatkan kembali kesaktian bangsa Indonesia.
“Kesaktian yang dimaksud adalah, dengan ragam budaya Indonesia yang jumlahnya luar biasa, terpaan gelombang dan gempuran-gempuran zaman, bangsa Indonesia masih bisa eksis. Kesaktian Indonesia adalah dalam kesatuannya,” katanya.
Menurut Paox, dalam keragaman itu ada sebuah ciri kebudayaan Nusantara sebagai titik temu, bahwa bangsa Indonesia adalah pengendali energi.
Kehidupan bangsa Indonesia di tengah lintasan khatulistiwa membawa bangsa ini hadir sebagai penjaga dan pemelihara kekayaan dunia.
Sebagai pemelihara, maka tradisi ruwatan merupakan penalaran dari aktivitas pemeliharaan dengan melakukan keseimbangan (balance) dan kesetimbangan (equilibrium) antara manusia dengan alamnya.
Sementara R Dandhi Mahendra Uttunggadewa menyampaikan, orasinya mengingatkan tentang konsep lathi dan laku yang menjadi kekhasan budaya tradisi.
Mahendra menyitir Serat Kalatidha gubahan Ranggawarsita tentang hadirnya zaman edan.
Dalam karya tersebut, Rangga Warsita menyampaikan agar masyarakat senantiasa eling lan waspada dalam menghadapi situasi zaman edan.
Mahendra menjelaskan eling berhubungan dengan keimanan akan Tuhan dan Waspada adalah menjaga kewaspadaan diri sendiri.
Menurutnya, musuh terbesar adalah diri sendiri. Karena itulah Mahendra menekankan pada sebuah kesadaran untuk terus mengingatkan diri sendiri melalui konsep lathi dan laku.
Konsep ini merupakan kepaduan antara lathi sebagai apa yang keluar dari mulut atau kita katakan, dengan laku sebagai apa yang kita nyatakan atau perbuat.
Pada puncak acara Srawung Budaya digelar ritual Jamasan Asesuci dan Sidikara Pusaka yang dipimpin oleh Toni Junus dan KRAT Jamari Tirtoningrat.
Dengan khusuk, asesuci dan sidikara pusaka dilakukan di tengah energi-energi dari para yang hadir dan dalam kelarutan kata mantra yang disampaikan. Gelar pusaka tidak hanya yang berasal dari Jawa tetapi juga dari Bali. Karena itu dalam ritual ini hadir pula perwakilan dari pelaku dan pelestari budaya Bali.
Srawung Budaya diinisiasi oleh Komunitas Cinta Budaya, Komunitas Lemburtara dan Griya Oetami dan akan menjadi agenda rutin sebagai ajang silaturahmi, membangun wawas budaya dan saling mengingatakan.***
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di "Google News"