KONTEKS.CO.ID – Nama mantan polisi Polresta Samarinda, Ismail Bolong, mendadak mencuat ke hadapan publik karena video pengakuannya sebagai pengepul batu bara ilegal di Kalimantan Timur (Kaltim), viral di media sosial dan WhatsApp.
Dalam video viral itu, Ismail Bodong mengaku memberikan setoran kepada Kabareskrim Komjen Agus Andrianto atas testimoni yang menyatakan bahwa dia telah menyetor uang tambang ilegal sebesar Rp6 miliar.
Belum lama ini tersebar diagram aliran uang dari para penambang batu baru ilegal di wilayah Kalimantan Timur. Terdapat dua bagan yang beredar di grup Whatssap dan media sosial, laiknya bagan yang kerap dikeluarkan Polri.
Pada bagian sisi kiri atas bagan yang tersebar itu terdapat logo Divisi Profesi dan Pengamanan Polri, sedangkan di sisi kanan atas terdapat logo unit Pengamanan Internal Polri.
Dari bagan aliran uang dari para penambang batu baru ilegal di wilkum Polda Kaltim yang diperoleh konteks.co.id, dijelaskan bahwa para penambang dan pemodal batu bara ilegal itu berjumlah 14 orang.
Mereka adalah H. HK, NL, AN, ADN, BRN, SN, SHL, Ismail Bolong, MHD, IRW, FRZ, ARY, MHS, dan MHN. Modus mereka adalah menambang batu bara di lahan masyarakat tanpa memiliki izin usaha pertambangan (IUP) dengan memberikan fee kepada pemilik lahan.
Untuk memuluskan usahanya, ke-14 orang ini membagikan keuntungan dari usaha ilegalnya dalam tiga kali setoran. Pada Oktober 2021 sebasar Rp10 miliar, kemudian November 2021 sebesar Rp10 miliar dan Desember 2021 sebesar Rp10 miliar.
Uang setoran ilegal yang dijelaskan dalam bagan berlogo Divpropam Mabes Polri itu, kemudian didistribusikan satu pintu melalui pejabat Dirreskrimsus Polda Kaltim. Penerimanya adalah dua perwira menengah berpangkat Kombes, berinisial IDR dan ILA.
Keduanya kemudian membagikan kepada pejabat di Polda Kaltim. Sebesar 50 persen untuk petinggi berpangkat jederal berinsial HRN. Sebesar 10 persen untuk petinggi yang juga berpangkat jenderal berinisial HR.
Kemudian untuk perwira menengah berinisial JFN sebesar 8 persen, GK sebesar 6 persen, TN sebesar 6 persen, ILA sebesar 9 persen dan BA sebesar 5 persen.
Uang koordinasi dengan total Rp30 miliar itu juga disebarkan kepada jajaran polres. Baik itu untuk petugas di Polresta Samarinda, Polres Kutai Kartanegara dan Polres Paser.
Dalam diagram itu juga dituliskan keterangan kalau selama kurun waktu Juli 2020 sampai Desember 2021, pejabat Dirreskrimsus Polda Kaltim menerima pembarian uang koordinasi dari para penambang dan pemodal agar tidak dilakukan tindakan hukum atas penambangan ilegal.
Semua uang koordinasi itu kemudian didistribusikan atau dibagikan kepada PJU Polda Kaltim dan polres jajaran.
Adanya informasi mengenai bagan “Aliran Uang Koordinasi dari Para Penambang Batu Bara Ilegal di Wilkum Polda Kaltim”. Kabid Humas Polda Kaltim, Kombes Pol Yusuf Sutejo membantah.”Yang jelas Propam Polda Kaltim tidak mengeluarkan itu. Yang jelas tidak benar (bagan aliran dana),” ujar Yusuf.
Karena itu, dia meminta agar hal ini ditanyakan langsung ke Mabes Polri. Karena saat ini, pengakuan Ismail Bolong masih diperiksa Mabes Polri. “Pengakuan yang bersangkutan (Ismail Bolong) ditangani oleh Mabes Polri. Jadi kewenangan Mabes Polri untuk memberikan statemen,” katanya lagi.***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"