KONTEKS.CO.ID – Pertempuran Surabaya yang diabadikan sebagai Hari Pahlawan pada 10 November 1945, tidak bisa dilepaskan dari sosok Jenderal Mallaby. Kematiannya yang memicu perang masih menimbulkan pro-kontra dalam sejarah.
Jenderal Mallaby memiliki jabatan dan nama lengkap Brigadir Aubertin Walter Sothern Mallaby CIE OBE. Dia adalah seorang perwira Angkatan Darat India Inggris yang lahir dari pasangan William Calthorpe dan Katharine Mary Francis Mallaby.
Laman military-history.fandom.com menulis, karier militernya dibangun saat masuk Wellington Cadet College di India dan ditugaskan sebagai Letnan Dua di Daftar Tidak Terikat, Angkatan Darat India pada 1 Oktober 1918. Kemudian diterima di Angkatan Darat India pada 8 Oktober 1918 dan diangkat ke satuan Punjabi ke-27.
Mallaby menerima promosi menjadi kapten pada 1 Oktober 1924. Dia masuk Sekolah Staf di Camberly antara tahun 1930-1931 dan diangkat sebagai Perwira Staf Umum, kelas 3 pada 5 Februari 1933.
Kemudian diangkat sebagai Wakil Direktur Operasi Militer dengan pangkat Brigadir hingga 1942. Lalu dinobatkan sebagai Perwira Ordo Kerajaan Inggris, tepatnya Mayor, Letnan Kolonel sementara, penjabat Brigadir.
Dia kembali ke India dan menjabat sebagai Mayor dan komandan kedua dari batalion ke-6, Resimen Punjab ke-2, dari bulan April sampai Agustus 1943. Pada bulan Agustus 1943 dia diberi komando batalion dari Resimen Hyderabad.
Lalu diangkat sebagai Direktur Operasi Militer di G.H.Q. India dengan pangkat penjabat Mayor Jenderal. Untuk mendapatkan pengalaman operasional, pangkatnya diturunkan menjadi Brigadir sementara pada Juli 1944 dan diberi komando Brigade Infanteri India ke-49.
Mallaby memimpin Brigade Infanteri India ke-49 ke Indonesia untuk menemukan dan memulangkan mantan tawanan perang Jepang. Pasukannya tiba di Surabaya pada 25 Oktober 1945.
Setelah mendarat, dia mengirim Kapten Douglas MacDonald untuk menghubungi pemimpin setempat, Moestopo. Moestopo pun menyatakan tidak akan menentang pasukan Inggris.
Mallaby dan skuadronnya bekerja di bawah pengawasan konstan orang Indonesia. Dia menyatakan fokus untuk menemukan tawanan perang.
Namun, situasi menjadi lebih panas pada 27 Oktober setelah Mallaby menafsirkan pamflet yang menuntut penyerahan segera senjata Indonesia. Pamflet yang ditandatangani oleh Jenderal Douglas Hawthorn itu diartikan sebagai perintah.
Komunikasi terputus antara pasukan Mallaby dan pihak Indonesia. Hari berikutnya pihak Indonesia mulai melancarkan serangan terhadap Brigade ke-49.
Untuk memadamkan pertempuran, Mallaby dapat menghubungi Jenderal Hawthorn melalui perantara dan mengatur pertemuan antara dirinya dan Presiden Sukarno. Mereka merundingkan gencatan senjata.
Mallaby terbunuh pada tanggal 30 Oktober 1945. Saat itu, ia sedang berkeliling Surabaya di bawah bendera putih untuk menyebarkan berita tentang perjanjian gencatan senjata dan menyelamatkan beberapa pasukan Maratha yang terdampar, meskipun telah diperingatkan akan bahaya oleh pasukan Angkatan 136.
Ketika mobilnya mendekati pos pasukan Inggris di gedung Internasional dekat Jembatan Merah, mobilnya dikepung oleh pasukan Indonesia.
Khawatir komandan mereka akan diserang, pasukan Inggris di gedung Internasional, yang dipimpin oleh Mayor Venu K Gopal, menembak ke udara untuk membubarkan pasukan pejuang Indonesia. Namun pihak Indonesia berpikir Inggris mengambil tindakan bermusuhan lalu menembak balik pasukan Inggris.
Kapten RC Smith, yang berada di mobil stasioner, melaporkan bahwa seorang pejuang muda menembak dan membunuh Mallaby setelah percakapan singkat. Smith kemudian melaporkan melemparkan granat dari mobil ke arah yang dia pikir penembak telah bersembunyi.
Meskipun dia sendiri tidak yakin apakah itu mengenai sasarannya atau tidak. Yang jelas, ledakan itu menyebabkan jok belakang mobil terbakar. Akun lain, menurut sumber yang sama, menyatakan ledakanlah yang menyebabkan Mallaby tewas. Bukan karena penembak yang membunuh Mallaby.
Apapun penyebab kematiannya, kematian Mallaby adalah titik balik yang signifikan bagi permusuhan di Surabaya, dan menjadi katalis untuk pertempuran berikutnya.
Inggris memerintahkan Indonesia menyerah, dan pada 10 November mereka melancarkan serangan balasan besar-besaran. Namun rakyat Indonesia di Surabaya tetap melakukan perlawanan.
Meskipun kalah, sejarah mencatat bahwa perjuangan tentara dan rakyat Indonesia mendapat perhatian dunia internasional. Belanda yang membonceng pasukan Inggris pun gagal merebut kemerdekaan Indonesia.***
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di "Google News"