KONTEKS.CO.ID – Dua pimpinan pondok pesantren (ponpes) di Kecamatan Sikur, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat berinisial HSN dan LMI memperkosa 41 orang santriwatinya.
Beragam modus dilancarkan dua pimpinan Ponpes itu dalam memperkosa puluhan santriwatinya yang menyimpang dari ajaran agama Islam.
Kepada para santriwati yang diperkosa dan dicabuli, keduanya menjanjikan masuk surga serta kelas pengajian seks.
Kasi Humas Polres Lombok Timur Iptu Nicolas Osman menjelaskan HSN telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan pada Rabu 17 Mei 2023.
Sedangkan, LMI juga telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan pada Selasa 9 Mei 2023.
“HSN ini pimpinan ponpes di Kecamatan Sikur. LMI juga pimpinan ponpes di Kecamatan Sikur tapi berbeda desa,” ujar Nico dikutip Selasa 23 Mei 2023.
Dikatakan Nico, korban dari ulah HSN yang melapor baru satu orang.
Sedangkan, jumlah korban dari LMI disinyalir mencapai lima orang dan baru dua orang yang melapor.
“Kami mengimbau kepada masyarakat agar tidak main hakim sendiri dan mempercayakan kepada Aparat Penegak hukum (APH) untuk memproses ini secara profesional,” ujar Nico.
Menurut Nico modus kedua pelaku masih didalami kepolisian.
Namun, dari hasil pemeriksaan saksi, LMI melakukan pencabulan kepada para santrinya dengan modus ajakan masuk surga.
“Ya, kira-kira begitu pengakuan korban dari LMI. Sementara, itu yang kami dapatkan,” kata Nico.
Sementara, Ketua Lembaga Studi Bantuan Hukum NTB Badaruddin mengungkapkan, HSN membuka ‘kelas pengajian seks’ bagi santriwati yang diincar untuk dicabuli.
“Jadi korban lupa itu pengajian tentang apa. Yang jelas, pelaku sengaja buka pengajian seks itu kepada korban-korban yang dia bidik untuk dicabuli,” ujar Badaruddin kepada wartawan.
Dikatakan Badaruddin, HSN memberikan pengajian khusus bagi santriwati yang tinggal di pondok.
Selanjutnya, pelaku mengelompokkan santriwati yang diincar untuk dicabuli ikut dalam materi pengajian tentang hubungan intim suami-istri.
“Dikelompokkan di situ. Jadi, satu rombongan ngaji di satu ruangan. Karena tidak semua diberikan pengajian soal hubungan suami istri kan. Nah, korban ini mengaku pernah ikut pengajian tersebut,” jelasnya.
Dalam pengajian tersebut, para santriwati yang rata-rata berusia 15-16 tahun itu diajarkan bagaimana berhubungan intim.
“Saya pikir materi bagaimana cara berhubungan intim dengan pasangan isinya pengajian itu belum waktunya diberikan kepada santri di bawah umur itu,” kata Badaruddin.
Badaruddin yang menjadi kuasa hukum korban menyebut kliennya merasa seperti dihipnotis ketika bertemu dengan HSN.
Pasalnya, sebelum melakukan tindakan cabulnya HSN menyentuh dan mengusap kepala para korban.
“Bahasanya itu ‘Kamu dipanggil sama Abah minta berkah di rumah’. Jadi saat sampai rumah di kamar tamu, para korban disentuh kepalanya diusap itu tidak sadar. Dalam kondisi tidak sadar seperti dihipnotis baru korban ditiduri di dalam kamar pelaku,” kata Badar.
Kata Badaruddin, rata-rata korban diperkosa dan dicabuli sejak 2012.
Bahkan, ada salah satu korban yang sekarang menjadi TKI di Arab Saudi pernah dicabuli pada 2016.
Menurut Badaruddin, HSN sengaja meminta pengurus Ponpes memanggil korban ke dalam rumahnya.
“Jadi hampir semua proses pencabulan yang dilakukan oleh HSN itu sama. Bahkan ada korban yang sudah digauli lebih dari tiga kali. Tapi, belum ada korban sampai hamil,” tandasnya.***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"