KONTEKS.CO.ID – Tiga pelaku persetubuhan gadis anak baru gede (ABG) remaja berusia 15 tahun di Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah (Sulteng) diminta segera menyerahkan diri.
Permintaan agar ketiga pelaku persetubuhan gadis 15 tahun di Parigi Moutong itu disampaikan Kapolda Sulteng, Irjen Agus Nugroho.
Kepada masyarakat, Agus juga meminta melapor jika mengetahui keberadaan tiga pelaku persetunuhan gadis 15 tahun di Parigi Moutong yang kini menjadi buron itu.
“Kami mengimbau tiga tersangka yang buron ini untuk dapat menyerahkan diri, sehingga dalam wkatu secepatnya kami dapat tuntaskan perkara ini,” pinta Agus dalam keterangan pers di Polda Sulteng, Kamis 1 Mei 2023.
Dikatakan Agus, polisi juga membutuhkan informasi masyarakat terkait kasus persetunuhan gadis 15 tahun di Parigi Moutong itu.
“Kami senantiasa memohon dukungan bantuan masyarakat dan pihak lainnya karena masih ada tiga yang masih harus kami tangkap,” ujarnya.
“Jika ada masyarakat ketahui keberadaan tiga orang ini berkenan diberitahu ke kami,” imbuhnya.
Ketiga orang pelaku persetubuhan gadis 15 tahun di Parigi Moutong itu berinisial AW, AS dan AK.
Disetubuhi 11 Orang
Sebanyak lima dari 11 terduga pelaku persetubuhan terhadap seorang gadis ABG berusia 15 tahun di Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah, ditangkap Polres Parigi Moutong (Parimo).
Kelima pelaku adalah MT, ARH, RH, AK, dan HR. Selain itu, lima orang lainnya berinisial AW, FH, AS, AK, dan DU juga telah ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan dua alat bukti yang cukup.
Sementara satu orang yang merupakan oknum anggota Brimob belum dapat ditetapkan sebagai tersangka.
Dalam kasus ini, penyidik memutuskan bahwa kasus ini adalah persetubuhan terhadap anak dan bukan perkosaan.
Dugaan Keterlibatan Oknum Brimob Kurang Bukti
Sementara itu, Kabid Humas Polda Sulteng Kombes Djoko Wienartono menyebut, dugaan keterlibatan oknum Brimob dalam persetubuhan tersebut masih kekurangan bukti.
Oknum Brimob berpangkat perwira berinisial HST itu pun belum ditetapkan tersangka.
“Sampai dengan saat ini masih terus didalami penyidik. Kepolisian akan tetap bekerja secara profesional,” kata Djoko kepada wartawan, Minggu 28 Mei 2023.
Djoko berharap Polres Parigi Moutong diberi kesempatan dalam mendalami kasus tersebut dan keterlibatan oknum Brimob.
Menurutnya polisi sudah bergerak cepat menangkap para pelaku.
“Kita patut apresiasi langkah cepat yang diambil Polres Parigi Moutong dalam menangani kasus persetubuhan terhadap anak,” tegasnya.
Djoko juga menyebut dugaan keterlibatan HST (oknum Brimob) dalam kasus ini baru berdasarkan keterangan korban.
Pihaknya masih kekurangan alat bukti lantaran 6 saksi yang sudah diperiksa penyidik belum menerangkan keterlibatan HST.
“Yang untuk nama disebut (oknum Brimob) dari keterangan korban, dari keterangan saksi 6 belum menyebutkan jadi kita masih kurang alat bukti,” kata Djoko.
Pelaku Diduga Lebih dari 11
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menduga bahwa pelaku persetubuhan gadis 15 tahun itu sebenarnya lebih dari 11 orang.
Bukan tanpa alasan, KPAI menyebut ada risiko yang informasi diterima terkait luka berat untuk reproduksi.
Artinya, ada situasi sangat buruk yang diterima anak, pemerkosaan atau tindakan kekerasan seksual yang berulang bahkan ada unsur eksploitasi yang sangat kuat.
“Jadi kekerasan seksual yang disertai eksploitasi. Itu artinya ada indikasi pelaku lebih dari yang saat ini ditetapkan sebagai tersangka,” kata Ketua KPAI Ai Maryati kepada wartawan, Rabu 31 Mei 2023.
KPAI pun mendorong agar polisi yang menangani kasus ini mengusut secara gamblang dan tuntas.
Termasuk soal oknum Brimob diduga terlibat, tapi belum ditetapkan sebagai tersangka karena disebut belum cukup bukti.
“Saya tidak tahu bahwa kurang bukti itu apakah sudah dalam tahapan penyidikan penyelidikan, ini juga harus jelas disampaikan ke publik,” ujarnya.
Ai Maryati menyebut kasus kekerasan seksual seperti yang dialami remaja di Parimo, yakni adanya iming-iming transaksi atau dibayar biasanya sulit diungkap.
Pasalnya, selalu ada stigma buruk terhadap korban bahwa seolah-olah korban mencari pelanggan.
Tapi, Ai tak setuju jika kasus kekerasan seksual terhadap anak dikategorikan sebagai kegiatan prostitusi meskipun ada transaksi.
“Kalau bilang ini prostitusi, mungkin saya akan tanya kepolisian, seorang anak ini terlihat sekali titik kelemahan, ketidakberdayaan. Saya tidak setuju kalau ini (dibilang prostitusi) mungkin ya ada beberapa pihak yg mengatakan dibayar dan sebagainya, ini kekerasan seksual dan eksploitasi,” ujarnya.
“Apalagi terjadi pada anak yang memang belum punya pilihan-pilihan secara kuat untuk bisa melawan dan memutuskan, terutama melawan pihak-pihak yang menarget dia,” pungkasnya.***
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di "Google News"