KONTEKS.CO.ID – Nama aslinya adalah Ignatius Waluyo, tetapi orang mengenalnya dengan nama Kusni Kasdut.
Nama Kusni Kasdut tenar di era 1970-an hingga 1980-lantaran melakukan perampokan yang membuat gempar seluruh Indonesia.
Kusni Kasdut dan tiga orang di bawah kepemimpinannya berhasil membawa kabur sejumlah berlian, emas, dan permata di Museum Nasional Indonesia yang kini dikenal dengan nama Museum Gajah pada Rabu, 31 Mei 1961.
Tak tanggung-tanggung, barang bersejarah hasil perampokan Kusni Kasdut nilainya mencapai Rp2 miliar. Jumlah yang sangat besar pada masa itu.
Tak pelak, perampokan tersebut menjadikan Kusni Kasdut penjahat buruan nomor wahid oleh polisi di seluruh Indonesia. Namanya tenar di sejumlah surat kabar kala itu.
Namun siapa sangka, latar belakang Kusni Kasdut sebagai perampok kawakan berbeda jauh dengan masa lalunya.
Kusni Kasdut Pejuang Kemerdekaan
Sebelum namanya mejeng jadi judul besar alias ‘headline’ di halaman pertama surat kabar, masa lalu Kusni Kasdut sangat gemilang.
Meski tetap menjadi perampok, tapi korbannya kala itu adalah orang-orang Tionghoa yang kontra dengan kemerdekaan Indonesia. Hasilnya dia bagikan kepada pejuang kemerdekaan lainnya.
Bahkan, saat perang kemerdekaan dia berjuang di garda terdepan menghadapi penjajah. Salah satunya dalam peristiwa 10 November di Surabaya.
Kusni Kasdut pernah menjadi tentara di Batalyon Matsumura Malang.
Saat di militer, perampok yang bertubuh kecil itu banyak belajar. Mulai dari ilmu perang, penyamaran, hingga cara menembak.
Bahkan, Kusni Kusni Kasdut sempat masuk ke barisan pejuang Badan Keamanan Rakyat (BKR) yang menjadi cikal bakal Tentara Nasional Indonesia. Meskipun demikian, ada yang menyebut jika dia tak resmi sebagai anggota BKR.
Sebagai pejuang, Kusni Kasdut juga mengalami sejumlah penderitaan akibat ganasnya agresi militer Belanda.
Kakinya pernah merasakan panasnya tembakan dan pengapnya penjara era Belanda.
Revolusi usai, cita-cita dan tekad Kusni masuk korps militer tak surut. Namun, niatnya pupus lantaran luka tembak di kaki yang menjadi alasan pihak tentara untuk menolaknya.
Asal Kusni Kasdut
Seperti tertulis di atas, nama aslinya adalah Ignatius Waluyo. Sejumlah literatur menyebutkan bahwa Kusni Kasdut kerap mengaku berasal dari Blitar, Jawa Timur pada tahun 1929.
Namun, dalam buku berjudul ‘Kusni Kasdut’ karangan Parakitri T Simbolon tertulis, Kusni Kasdut bukan berasal dari Blitar atau Malang melainkan dari Kabupaten Tulungagung, tepatnya Desa Bayan Patikrejo.
Memang pada masa kecilnya, Kusni Kasdut kerap berkeliaran di Terminal Bis Kota di Malang. Dia menjajakan rokok dan permen kepada para penumpang bis yang baru datang. Saat itu, dia dan ibunya hidup menderita dan tinggal di daerah miskin di Kota Malang.
Waluyo alias Kusni Kasdut adalah anak Wonomejo dan Mbok Cilik. Sang ayah meninggal dunia saat dia berumur 5 tahun.
Dia tinggal bersama ibunya dan hidup yang sangat miskin. Ketika Jepang menjajah Indonesia, Kusni muda bergabung dengan Heiho (tentara pembantu).
Mula Perampokan Museum Gajah
Sebelum beraksi di Museum Gajah, Kusni Kasdut dan komplotan Bir Ali (Muhammad Ali) yang berasal Cikini Kecil, Menteng, Jakarta Pusat, merampok warga keturunan Arab kaya bernama Ali Badjened pada 1960.
Kusni merampok Ali Badjened pada sore hari. Saat itu, Ali keluar dari rumahnya di kawasan Awab Alhajiri atau Jalan KH Wahid Hasyim, Kebon Sirih.
Ali Badjened pun tewas di tangan Kusni Kasdut yang menembaknya dari dalam mobil jip yang dikendarainya.
Sementara, perampokan Kusni Kasut di Museum Gajah bermula dari keisengan. Awalnya, Kusni masuk ke museum untuk melepas penat dan berkeliling melihat-lihat arca tanpa ada minat sedikit pun.
Naluri perampoknya muncul ketika dia sampai di ruang pusaka. Darah bromocorahnya bergejolak. Pasalnya, benda-benda pusaka berupa berlian, emas dan permata membuat alir liurnya melelet.
Kemudian, Kusni Kasut membuat rencana dan mematangkannya bersama koleganya yakni Herman, Budi, dan Sumali.
Menyamar Jadi Polisi, Menembak Polisi
Bersama ketiga rekan, kalau tak bisa menyebutnya dengan ‘anak buah’, Kusni Kasdut berangkat dari sebuah rumah di kawasan Slipi, Jakarta Barat.
Keempatnya menyamar sebagai polisi dan menyiapkan sebuah jeep curian dengan pelat nomor palsu. Tak lupa, mereka membekali diri dengan senjata api dan belati.
Penyamaran memudahkan mereka masuk ke dalam museum meski para petugas museum heran dengan kedatangan para ‘polisi’ itu.
Di dalam museum, Kusni Kasdut bertingkah layaknya pengunjung biasa. Dia berkeliling mengamati dengan saksama koleksi benda-benda bersejarah.
Saat penjagaan lengah, keempatnya mulai beraksi mengambil beragam koleksi berlian, emas dan permata dari ruang pusaka.
Aksi perampokan Kusni Kasdut itu nyaris berantakan lantaran dua petugas yang curiga dengan aktivitas mereka.
Dengan gerakan cepat, Kusni Kasdut dan komplotannya menodongkan senjata dan menyekap dua penjaga. Kusni Kasdut dengan sigap segera membobol lemari pajangan yang terdapat emas dan berlian.
Dalam perampokan tersebut, Kusni Kasdut dan komplotannya menembak seorang petugas. Mereka kemudian berhasil melarikan diri sebelum polisi tiba di Museum Gajah.
Terkenal dengan Sebutan ‘Si Kancil’
Setelah merampok Museum Gajah, Kusni Kasdut dan komplotannya mencoba menjual berlian hasil jarahannya ke pegadaian.
Namun apa lacur, petugas pegadaian yang curiga dengan bentuk berlian itu segera melapor kepada polisi.
Alhasil Kusni pun tertangkap. Ia kemudian mendekam di balik jeruji besi hingga mendapat vonis hukuman mati pada tahun 1969.
Tak percuma dia mendapat gelar ‘Si Kancil’. Sebab, selama jeda eksekusi mati Kusni berhasil melarikan diri sejumlah penjara.
Total ia berhasil kabur dari penjara sebanyak delapan kali. Kusni Kasdut terakhir kabur dari penjara pada 10 September 1979.
Kapolri saat itu, Letjen Awaloedin Djamin memerintahkan seluruh polisi di Pulau Jawa untuk mencari keberadaan Kusni Kasdut.
Tujuh hari kemudian, polisi berhasil menangkap perampok legendaris di Indonesia ini.
Sebelum menjalani eksekusi di depan regu tembak, Kusni sempat mengajukan grasi kepada Presiden Soeharto namun mendapat penolakan.
Regu tembak mengeksekusi Kusni Kasdut di sebuah tempat di kawasan Gresik, Jawa Timur, pada 16 Februari 1980. Berakhirlah sepak terjang Kusni Kasdut, pejuang kemerdekaan yang kecewa dan jadi perampok fenomenal. ***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"