KONTEKS.CO.ID – Toleransi kembali diperlihatkan dari Bumi Palestina. Seorang pemuda Kristen, Ehab Ayyad, 23, secara rutin membagikan kurma dan air bagi warga Muslim yang terjebak macet saat azan magrib tiba.
Bagi mereka yang melewatkan waktu berbuka puasa bersama keluarga di rumah karena berada di padatnya lalu lintas di Gaza, Ehab Ayyad adalah pemandangan yang disambut baik.
Satu jam sebelum matahari terbenam selama Ramadhan, seperti halnya Jakarta, jalan-jalan Gaza menjadi macet dengan mobil orang-orang yang bergegas pulang untuk berbuka puasa bersama keluarganya.
Pria Kristen dari Gaza ini menawarkan kurma dan air kepada umat Islam yang terjebak kemacetan atau terlambat pulang untuk berbuka puasa, sesuai dengan tradisi Nabi Muhammad SAW.
Berbagi kurma dan air ini dilakukan bukan hanya sekarang. Lima tahun lalu, Ayyad memulainya dengan menawarkan kurma dan air kepada tetangganya, makanan pertama yang biasanya dimakan umat Islam saat mereka mengakhiri puasa saat matahari terbenam.
“Sebagai seorang Kristen, saya menawarkan kurma dan air kepada saudara-saudara Muslim sebagai bentuk berbagi. Karena kami tinggal di Tanah Air yang sama, dan kami memiliki darah yang sama,” ungkap Ayyad (23 tahun) kepada Reuters di rumahnya yang dihiasi dengan lentera dan patung-patung kecil Perawan Maria.
“Mereka pertama kali bertanya-tanya bagaimana seorang Kristen melakukan itu, tetapi seiring berjalannya waktu, mereka senang melihat saya setiap tahun,” tuturnya.
“Reaksinya positif dan saya senang dan bangga,” tambahnya.
Gaza, jalur pantai di bawah blokade Israel sejak 2007 dan dijalankan oleh kelompok Islam Hamas, memiliki populasi 2,3 juta jiwa. Dari jumlah itu, hanya ada sekitar 1.000 orang Kristen yang kebanyakan adalah Ortodoks Yunani.
“Ini bukan bulan mereka dan mereka tidak berpuasa tetapi mereka merasakannya untuk kami dan ini sesuatu yang baik,” kata pemilik kedai kopi, Louay Al-Zaharna, setelah menerima salah satu hadiah dari Ayyad.
Di rumahnya, Ayyad mendapat bantuan dari seorang tetangga Muslim berusia 13 tahun untuk menyiapkan bingkisan.
“Pada liburan kami, tetangga Muslim kami datang berkunjung dan memberi selamat kepada kami, dan kami melakukan hal yang sama pada liburan mereka,” pungkas Ayyad.
Sebelumnya, KONTEKS.CO.ID memberitakan hadirnya toleransi tinggi di tanah Palestina yang dikuasai Israel. Dia adalah Michel Ayoub, 39 tahun.
Pria baik hati itu rela bangun jam dua pagi setiap hari selama bulan Ramadhan. Kemudian, dengan rebana di tangan, dia berkeliling kampung membangunkan tetangganya yang Muslim untuk sahur.
Kegiatan ini dilakukan Michel Ayoub sebagai “mesaharati” kota, yakni peran tradisional selama bulan puasa. Menariknya, dia bukan Islam, melainkan beragama Kristen.
Pria Arab Israel itu tidak melihat kontradiksi dengan apa yang dilakukannya ini. Begitu pula penduduk Muslim di kota kuno, Acre, yang berada di Israel barat laut. Kota tua yang menghadap ke Laut Mediterania.
“Kami adalah keluarga yang sama,” kata Ayoub, yang mengenakan pakaian tradisional Levantine saat melintasi gang-gang sempit.***
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di "Google News"