KONTEKS.CO.ID – Arsip pidato Soekarno di Sidang Umum PBB pada 1960 ditetapkan UNESCO sebagai Memory of the World (MoW) atau Memori Kolektif Dunia.
Penetapan ini merujuk sidang pleno Executive Board UNESCO pada 10-24 Mei 2023. “Berdasarkan Sidang Pleno Executive Board UNESCO pada 10-24 Mei 2023, arsip pidato Bung Karno di Sidang Umum PBB pada 1960 telah diputuskan dan ditetapkan sebagai usulan Indonesia sebagai MoW,” ungkap Duta Arsip Nasional Republik Indonesia, Rieke Diah Pitaloka, dalam keterangannya di Jakarta, Jumat 26 Mei 2023.
Rieke yang merupakan Dewan Pakar Indonesia untuk Memory of The World UNESCO menambahkan, arsip pidato Presiden RI pertama itu berjudul “To Build the World a New”.
Dengan arsip pidato Presiden Soekarno berjudul “To Build the World a New” ditetapkan sebagai MoW, maka hingga sekarang sudah ada tiga arsip penting yang disebut sebagai Tiga Tinta Emas Abad 20 yang telah ditetapkan sebagai MoW.
Masing-masing, arsip Konferensi Asia Afrika (KAA) di Bandung pada tahun 1955. Lalu arsip Gerakan Non-Blok Pertama di Beograd di tahun 1961, dan arsip pidato Presiden pertama RI Soekarno di Sidang Umum PBB pada 1960.
Tiga Tinta Emas Abad 20 itu diajukan sebagai MoW melalui ANRI. Rieke berpendapat, ketiga arsip itu adalah kapital simbolik bagi bangsa ini untuk memosisikan diri pada percaturan geopolitik saat ini dan masa mendatang.
“Sekaligus pengingat untuk ada dalam prinsip politik para pendiri bangsa yang bertujuan bagi kepentingan nasional Indonesia sebagai bangsa merdeka dan berdaulat yang terlibat dalam perjuangan perdamaian dunia,” papar politikus PDIP tersebut.
Dijelaskannya, pada 2013 telah berdiskusi dengan Megawati Soekarnoputri Presiden kelima RI terkait arsip-arsip perjalanan bangsa yang berkontribusi pada perjalanan peradaban dunia.
Dalam perbincangan ini, diutarakan bahwa arsip-arsip yang penting menjadi ingatan kolektif bangsa dan dunia bisa dimanfaatkan sebagai petunjuk jalan bagi kehidupan bangsa Indonesia saat ini dan masa yang akan datang.
Untuk itu, Rieke mengapresiasi serta berterima kasih kepada semua pihak yang memberikan dukungan sampai akhirnya arsip-arsip ini menjadi Memori Kolektif Dunia.
“Terima kasih untuk Ibu Megawati, kepada Presiden Joko Widodo, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi beserta jajaran Kemlu, Duta Besar RI untuk Prancis, Duta Besar RI untuk UNESCO Prof Ismunandar, Kepala Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) Imam Gunarto, kawan-kawan perjuangan di ANRI, dan seluruh rakyat Indonesia,” pungkasnya.
Diperjuangkan Sejak 2018
Sekadar informasi, perjuangan tiga arsip pidato Presiden Soekarno diakui sebagai bagian dari warisan dokumenter dunia telah dilakukan sejak tahun 2018.
Ada tiga lembaga yang berjuang membawanya ke PBB. Ketiganya yaitu, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia ( LIPI), Komite Nasional Indonesia untuk UNESCO (KNIU), ANRI, dan Perpustakaan Nasional Republik Indonesia.
Mereka mengajukan tiga arsip pidato Presiden Soekarno sebagai bagian dari warisan dokumenter dunia atau Memory of the World (MoW) UNESCO tahun 2018-2019.
Pidato pertama Soekarno yang majukan ke PBB berjudul “Unity in Diversity Asia Africa”. Pidato itu diucapkan Soekarno pada Konferensi Asia Afrika (KAA) yang diselenggarakan pada 18-24 April 1955 di Kota Bandung.
Pelaksana Tugas Kepala LIPI saat itu, Bambang Subiyanto mengutarakan, pidato menegaskan komitmen RI dalam menghadapi kolonialisme di Asia Afrika. Bung Karno membuka cakrawala pemikiran baru di dunia melalui pidato itu.
Sedangkan pidato berjudul “To Build The World a New” di Sidang Umum PBB edisi 1960 adalah gagasan sang Proklamator yang menghentak dunia.
Lalu Bung Karno juga membacakan pidato berjudul “New Emerging Forces” pada KTT Non Blok di Beograd, Serbia, 1961. “Ketiga pidato membuka cakrawala pemikiran baru di dunia,” katanya.
Sementara, Deputi Bidang Jasa Ilmiah LIPI, Mego Pinandito, menilai, Soekarno berperan besar dalam perkembangan peradaban dunia.
Bukan hanya sebagai kepala negara serta pemerintahan, namun juga dalam kapasitasnya sebagai tokoh yang memiliki pemikiran pengubah dunia. ***
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di "Google News"