KONTEKS.CO.ID – Mantan Wamenkumham Denny Indrayan melakukan unjuk rasa bersamaan dengan kujungan Presiden Joko Widodo ke Australia pada Selasa, 4 Juli 2023.
“Berkenaan dengan kunjungan kenegaraan Presiden Jokowi di Sydney, Australia, saya akan mengadakan demonstrasi,” kata Denny Indrayana.
Aksi ujuk rasa untuk mengingatkan Presiden Jokowi stop melakukan cawe-cawe dan membangun dynasty. “Jokowi Don’t Cawe-Cawe! Stop Dynasty!” Hari ini, Selasa, 4 Juli 2023,” kata Denny Indrayana.
Aksi demonstrasi digelar di Federation Square, Melbourne, Australia. Denny telah menyampaikan informasi tersebut kepada media dari Indonesia untuk bisa meliput aksi demonstrasi damai itu. Terutama, media-media yang memang memiliki koresponden di Melbourne atau Australia.
“Bagi teman-teman media yang memiliki koresponden di Melbourne, dipersilakan meliput demonstrasi damai tersebut,” kata Denny Indrayana.
Kritik Cawe-cawe Presiden Jokowi
Denny Indrayana memang terus memprotes sikap Presiden Jokowi yang selalu cawe-cawe dalam urusan politik. Bahan Denny juga selalu mengkritisi isu hukum, HAM dan antikorupsi di Tanah Air.
Bahkan dia menyatakan bahwa Jokowi adalah masalah kita dan wajib untuk diberhentikan. Karena itu dibutuhkan bantuan masyarakat luas untuk ikut menyelesaikan masalah yang ada di Tanah Air.
“Kita harus berfikir lebih sehat, lebih waras. Karena saat ini sudah banyak logika yang bengkok. Misal, mengatakan Kaesang tidak membangun dinasti, karena beda Kartu Keluarga dengan Jokowi,” kata Denny Indrayana.
Berikut tiga logika sederhana, pelanggaran Jokowi yang masuk delik pemakzulan.
𝗣ertama
Jokowi patut diduga melakukan korupsi memperdagangkan pengaruh. Kasusnya adalah yang dilaporkan Ubeidilah Badrun pada 10 Januari 2022, sudah lebih dari setahun yang lalu, tanpa ada progres. Yaitu, laporan dugaan korupsi suap yang diterima anak-anak Jokowi, seolah-olah penyertaan modal ratusan miliar rupiah.
Modal besar demikian tidak mungkin diberikan, kalau Gibran dan Kaesang bukan anak Presiden Jokowi. Saya berpendapat, inilah modus 𝘵𝘳𝘢𝘥𝘪𝘯𝘨 𝘪𝘯 𝘪𝘯𝘧𝘭𝘶𝘯𝘤𝘦, memperdagangkan pengaruh Jokowi sebagai Presiden.
Logika sederhananya, yang terjadi adalah korupsi memperdagangkan pengaruh Presiden Jokowi, bukan penyertaan modal.
𝗞edua
Presiden Jokowi patut diduga melakukan korupsi, menghalang-halangi proses penegakan hukum.
Kepada seorang anggota kabinet, pimpinan KPK menyatakan ada 4 kasus korupsi yang menjerat seorang elit politik. KPK siap mentersangkakan dengan seizin Presiden.
Sampai saat ini sang elit tetap aman, karena berada dalam barisan koalisi Jokowi.
Itu jelas melanggar Pasal 21 UU Tipikor, Jokowi menghalang-halangi penegakan hukum (𝘖𝘣𝘴𝘵𝘳𝘶𝘤𝘵𝘪𝘰𝘯 𝘰𝘧 𝘑𝘶𝘴𝘵𝘪𝘤𝘦).
𝗞etiga
Presiden Jokowi melanggar konstitusi, kebebasan berorganisasi, karenanya masuk delik penghianatan terhadap negara.
𝘔𝘰𝘦𝘭𝘥𝘰𝘬𝘰𝘨𝘢𝘵𝘦, yaitu pembegalan Partai Demokrat oleh KSP Moeldoko adalah pelanggaran HAM. Pembiaran atau 𝘣𝘺 𝘰𝘮𝘮𝘪𝘴𝘴𝘪𝘰𝘯 oleh Presiden Jokowi menunjukkan Beliau terlibat, mencopet demokrat.
Logika sederhana, 𝘔𝘰𝘦𝘭𝘥𝘰𝘬𝘰𝘨𝘢𝘵𝘦 bukanlah hak politik Moeldoko yang patut dihormati, tetapi adalah pembegalan parpol yang adalah kejahatan.
Pembiaran Presiden Jokowi atas pembegalan partai, melanggar HAM, melanggar konstitusi, dan secara UU Pemilu adalah pengkhianatan terhadap negara.
Dengan tiga delik pelanggaran 𝘪𝘮𝘱𝘦𝘢𝘤𝘩𝘮𝘦𝘯𝘵 yang kasat mata di atas, DPR bukan tidak mampu (𝘶𝘯𝘢𝘣𝘭𝘦) untuk memberhentikan Jokowi, tetapi tidak mau (𝘶𝘮𝘸𝘪𝘭𝘭𝘪𝘯𝘨).***
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di "Google News"