KONTEKS.CO.ID – Kisah inspiratif Putri Atmawan Pujaningsih, 18, yang lolos kuliah gratis di UGM melalui jalur prestasi Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP), patut dibaca.
Lahir dari keluarga petani jagung dan gembala kambing nan sederhana, kisah inspiratif Putri Atmawan Pujaningsih dimulai dari mimpinya untuk bisa kuliah di tengah himpitan kondisi ekonomi yang serbasulit.
Perjuangan Putri Atmawan Pujaningsih kuliah gratis di Universitas Gadjah Mada dimulai dengan keberaniannya mendaftar melalui SNBP.
Kehidupan Sehari-hari Putri Atmawan Pujaningsih
Pondok terpal biru yang disanggah sebatang bambu menjadi tempat sehari-hari keluarga Putri bekerja. Terpal itu cukup melindungi mereka dari teriknya sinar Matahari di halaman kosong di Desa Tambaksari, Poto Tano, Sumbawa barat, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Di sana, sejumlah ibu, termasuk keluarga Putri mengupas jagung sehabis panen.
Kiswanto, 53, ayah Putri terlihat penuh peluh meratakan jemuran jagung dengan soroknya. Sedangkan Putri bersama ibunya, Hadiatullah, 50, mengupas jagung bersama ibu-ibu yang merupakan tetangganya.
Mereka mengupas jagung hasil panen dari lahan HGU milik perusahaan seluas kurang dari satu hektare milik keluarga Kiswanto.
Hadiatullah mengatakan, kalau cuaca bagus serta didukung musim hujan, mereka bisa menanam hingga dua kali dalam setahun. Sekali panen bisa menghasilkan 5-6 ton per hektar dengan nilai Rp10-12 juta.
“Uang hasil panen tergantung harga, bisa bawa pulang Rp12 juta dibagi buat bayar buruh, bayar utang karena kita sudah ambil duluan utang, beli bibit dan pupuk,” ungkap Hadiatullah, dinukil laman UGM, Selasa 25 Juli 2023.
Tapi, sambung dia, musim tanam jagung tidak menentu. Untuk itu, mereka juga menggembala kambing milik tetangga.
“Sebelumnya hanya pelihara dua dan lima tahun alhamdulillah jadi lima ekor. Sekarang jumlahnya puluhan ekor. Bagi dua dengan pemilik. Jika ada kebutuhan mendesak, kami izin menjualkan ke pemiliknya,” jelasnya.
Tak jarang dia meminta anak bungsunya, Putri, untuk menjaga kambing sepulang dari sekolah sebeluma ayahnya pulang kerja sebagai pegawai tidak tetap pendamping penyuluh pertanian.
“Kadang saya suruh nunggu di bawah pohon asam sambil belajar,” kenangnya.
Penghasilan dari bertani jagung menurut Hadia memang tidak menentu. Namun mereka tetap bersyukur apalagi ada tambahan gaji honor dari suaminya sebagai pegawai tidak tetap di Kantor Dinas Pertanian Sumbawa Barat.
Sementara, Kiswanto bercerita sudah menjadi tenaga pegawai tidak tetap sejak tahun 2008 setelah tidak lagi menjadi karyawan di perusahaan tambak udang di dekat Pelabuhan Poto Tano.
Di awal bekerja, honor yang diterima Rp400.000, lalu naik Rp700.000 tiga tahun kemudian. Dan empat berlalu, naik lagi sekitar Rp1 jutaan.
“Kalau dibilang cukup atau tidak cukup, manusia itu merasa tidak pernah cukup. Tapi jika bicara sisi agama kita harus pandai mensyukurinya saja,” katanya.
Dorong Anak Kuliah
Walaupun kondisi ekonomi pas-pasan, Kiswanto dan Hadia selalu mendorong ketiga putrinya untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi.
Sebenarnya mereka sempat khawatir saat Putri ingin mendaftar kuliah di UGM. Kedua orang tuanya khawatir dengan biaya kuliah dan hidup anaknya nanti.
“Sempat sedikit ragu takut nggak lolos beasiswa (KIP), takutnya bapak nggak bisa biayain karena ada kakak saya yang masih kuliah. Bapak pesan kalau tidak lolos di negeri (PTN) tidak bisa lanjut kuliah dulu. Saya tetap berani daftar lewat jalur SNBP. Saya rajin salat dan berdoa agar bisa lolos,” kata Putri.
Putri mafhum dengan kondisi keluarganya. Dia tidak pernah meminta banyak akan keinginan dan keperluannya selama menginjak bangku sekolah.
Setiap pagi diantar oleh ayahnya ke sekolah SMAN 1 Poto Tano. Di sana dia banyak mengikuti kegiatan di sekolah mulai dari kegiatan OSIS, Pramuka dan Pasukan Baris Berbaris.
Dalam kegiatan akademik, Putri selalu mendapat langganan juara satu di kelas. “Selama di SMA selalu juara satu. Kalau ada PR saya serahkan paling duluan,” katanya.
Sepulang sekolah, dia sering banyak belajar di mana pun. Bahkan saat diminta ibunya untuk menggembala kambing yang dilepas di sekitar, Putri tidak segan-segan membawa buku atau belajar menggunakan internet di ponselnya.
Menurut Putri, menjadi pengembala kambing atau sapi sudah menjadi kegiatan tambahan bagi penduduk Tambaksari yang hanya mengandalkan pertanian tadah hujan.
“Jika tidak bertani ya gembala sapi dan gembala kambing di sini,” paparnya.
Putri Atmawan Pujaningsih Mengabdi di Tanah Kelahiran
Kuliah di kampus UGM sudah menjadi impian Putri sejak dari bangku SMP. Dia selalu giat belajar dan berprestasi di kelas agar bisa mewujudkan impiannya tersebut.
Beruntung bagi Putri, dia diterima di prodi Hygiene Gigi Fakultas Kedokteran Gigi. “Sejak dulu sudah pengin kuliah di UGM. Kampus terfavorit dan peminatnya banyak. Siapa juga yang tidak mau kuliah di kampus terbaik di Indonesia,” tuturnya.
Putri memiliki harapan setelah selesai kuliah dirinya berkeinginan untuk mengabdikan diri di tanah kelahiran menjadi tenaga medis perawatan gigi. ”Mau kerja di rumah sakit. Mengabdi di daerah sendiri nantinya,” katanya.
Putri merupakan salah satu mahasiswa baru UGM yang diterima lolos bisa diterima kuliah gratis dari UGM dengan Uang Kuliah Tunggal (UKT) Pendidikan Unggul bersubsidi 100% (UKT 0).
Hal ini tentu disyukuri oleh Putri karena bisa membantu beban ekonomi keluarganya. Masih terbayang di benaknya, saat menanti kabar kepastian lolos masuk UGM lewat ponselnya saat berdiam diri di kamar seraya menangis haru sampai-sampai sang ibu datang bertanya.
“Kenapa nangis? Lolos Bu. Lalu ibu ikut nangis juga. Tidak lama, Bapak pulang sehabis gembala kambing. Bapak aku lolos masuk UGM. Saya peluk Bapak di teras rumah, Alhamdulillah Nak kamu bisa lolos,” pungkas Putri. ***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"