KONTEKS.CO.ID — Masyarakat Kabupaten Aceh Tengah memiliki tradisi unik yang menyambut hari kemerdekaan. Salah satunya, lomba pacuan kuda tradisional yang dilakukan tanpa menggunakan pelana.
Tradisi yang dikenal sebagai Pacu Kude ini telah menjadi daya tarik yang luar biasa. Bahkan, mampu menyedot puluhan ribu penonton yang datang untuk menyaksikan acara spektakuler ini.
Nilai Sejarah Pacu Kude
Ini adalah tradisi kuno yang telah dijalankan oleh masyarakat Aceh sejak zaman kolonial Belanda. Acara ini biasanya digelar setelah panen sebagai permainan rakyat.
Mengutip dari laman resmi kemdikbud, Setelah Kabupaten Aceh Tengah terbentuk pada tahun 1956, tradisi ini secara resmi diambil alih oleh pemerintah setempat.
Oleh karena itu, tradisi ini terus digalakkan dan dijadikan bagian penting dari perayaan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia (HUT RI) setiap tahunnya.
Tidak hanya memiliki nilai historis, Pacu Kude juga memiliki nilai budaya yang tinggi dan dianggap sebagai identitas khas masyarakat Aceh.
Tradisi
Kuda-kuda yang digunakan dalam acara ini merupakan hasil persilangan antara kuda Australia dan kuda Gayo. Oleh karena itu, menciptakan kuda-kuda yang tangguh dan berdaya tahan tinggi.
Biasanya, kuda-kuda yang berpartisipasi berasal dari enam daerah, yaitu Aceh Tengah, Bener Meriah, Gayo Lues, Aceh Tenggara, Aceh Besar, dan Sumatera Barat.
Perayaan Pacu Kude diwarnai dengan semarak dan kegembiraan. Masyarakat Aceh berkumpul bersama untuk menyaksikan dan merayakan kehebatan para penunggang kuda.
Tradisi ini bukan hanya sebagai lomba pacuan semata, tetapi juga menjadi sarana bersatu dan merajut kebersamaan antarwarga Aceh.
Melalui Pacu Kude, mereka menunjukkan kebanggaan akan warisan budaya dan sejarah mereka, serta semangat untuk terus mempertahankannya untuk generasi mendatang.
Pacu Kude tetap menjadi bagian tak terpisahkan dari perayaan HUT RI di Aceh, mengingatkan seluruh warga akan perjuangan dan semangat merdeka yang telah membentuk bangsa ini.
Keunikan tradisi ini dan warisan budayanya terus dijaga dan dilestarikan, sebagai simbol penting dari semangat persatuan dan kesatuan masyarakat Aceh dalam perjuangan menuju masa depan yang lebih gemilang.***
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di "Google News"