KONTEKS.CO.ID – Kewajiban suami terhadap istri dalam Islam. Pada pernikahan laki-laki dan perempuan memiliki peran dan tugas masing-masing.
Guna menjaga kerukunan kerukunan rumah tangga, terdapat beberapa hal yang harus dikerjakan di antara keduanya. Islam sudah mengatur baik kewajiban suami ataupun istri dalam rumah tangga.
Dilansir dari buku Panduan Lengkap Muamalah karya Muhammad al-Baqir, kewajiban seorang suami terbagi dua terhadap istrinya, yaitu berupa materi dan bersifat non-materi
Kewajiban Suami Berupa Materi
- Mahar atau mas kawin
Mahar merupakan hak mutlak istri. Tidak boleh ada siapa pun yang bisa menggunakan mahar tersebut untuk suatu keperluan pribadi, kecuali dengan izinnya.
Adanya mahar saat akad, berarti sang suami memiliki tanggung jawab penuh terhadap istri, anak-anak, dan keluarganya.
Dalam Islam sendiri, pemberian mahar ini merupakan hal sangat wajib, yang mana sebagai simbol sebuah pemberian penghargaan kepada istri yang telah bersedia untuk menjadi pendampingnya.
Hal ini sebagaimana disebutkan dalam sebuah Surah An-Nisa ayat 4, yaitu:
وَاٰتُوا النِّسَاۤءَ صَدُقٰتِهِنَّ نِحْلَةً ۗ فَاِنْ طِبْنَ لَكُمْ عَنْ شَيْءٍ مِّنْهُ نَفْسًا فَكُلُوْهُ هَنِيْۤـًٔا مَّرِيْۤـًٔا.
Arab Latin: Wa ātun-nisā`a ṣaduqātihinna niḥlah, fa in ṭibna lakum ‘an syai`im min-hu nafsan fa kulụhu hanī`am marī`ā.
Artinya adalah Berikanlah mas kawin (mahar) kepada perempuan (yang kamu nikahi) sebagai pemberian yang penuh kerelaan. Kemudian, apabila mereka memberikan kepada kamu sebagian dari (mas kawin) tersebut dengan senang hati, terimalah dan nikmatilah pemberian itu dengan senang hati.
- Memberi nafkah untuk istri
Nafkah ini digunakan untuk memenuhi keperluan, seperti makanan, pakaian, rumah dan perabotnya. HAl ini berdasarkan pada firman Allah dalam Surah Ath-Thalaq ayat 7.
لِيُنْفِقْ ذُوْ سَعَةٍ مِّنْ سَعَتِهٖۗ وَمَنْ قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهٗ فَلْيُنْفِقْ مِمَّآ اٰتٰىهُ اللّٰهُ ۗ لَا يُكَلِّفُ اللّٰهُ نَفْسًا اِلَّا مَآ اٰتٰىهَاۗ سَيَجْعَلُ اللّٰهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُّسْرًا.
Arab Latin: Liyunfiq żụ sa’atim min sa’atih, wa mang qudira ‘alaihi rizquhụ falyunfiq mimmā ātāhullāh, lā yukallifullāhu nafsan illā mā ātāhā, sayaj’alullāhu ba’da ‘usriy yusrā.
Artinya: Hendaklah orang yang diberikan suatu kelapangan (rezekinya) memberi nafkah menurut kemampuannya, dan orang yang disempitkan rezekinya, hendaklah memberi nafkah dari apa (harta) yang telah dianugerahkan Allah kepadanya. Allah tidak akan membebani kepada seseorang melainkan (sesuai) dengan apa yang dianugerahkan Allah kepadanya. Allah kelak akan menganugerahkan suatu kelapangan setelah kesempitan.
Kewajiban Suami Berupa Non-Materi
- Tidak Menyusahkan Istri
Seorang suami sebaiknya memuliakan istrinya, begitu pun sebaliknya. Suami dianjurkan untuk menyenangkan hati istri yaitu pada perilaku serta dalam melakukan pergaulan yang baik.
Hal ini sesuai dengan Surah An-Nisa ayat 19.
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا يَحِلُّ لَكُمْ اَنْ تَرِثُوا النِّسَاۤءَ كَرْهًا ۗ وَلَا تَعْضُلُوْهُنَّ لِتَذْهَبُوْا بِبَعْضِ مَآ اٰتَيْتُمُوْهُنَّ اِلَّآ اَنْ يَّأْتِيْنَ بِفَاحِشَةٍ مُّبَيِّنَةٍ ۚ وَعَاشِرُوْهُنَّ بِالْمَعْرُوْفِ ۚ فَاِنْ كَرِهْتُمُوْهُنَّ فَعَسٰٓى اَنْ تَكْرَهُوْا شَيْـًٔا وَّيَجْعَلَ اللّٰهُ فِيْهِ خَيْرًا كَثِيْرًا.
Arab Latin: Yā ayyuhallażīna āmanụ lā yaḥillu lakum an tariṡun-nisā`a kar-hā, wa lā ta’ḍulụhunna litaż-habụ biba’ḍi mā ātaitumụhunna illā ay ya`tīna bifāḥisyatim mubayyinah, wa ‘āsyirụhunna bil-ma’rụf, fa ing karihtumụhunna fa ‘asā an takrahụ syai`aw wa yaj’alallāhu fīhi khairang kaṡīra.
Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, tidak halal untuk kamu mewarisi perempuan dengan jalan paksa. Janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil itu kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, kecuali apabila mereka telah melakukan perbuatan keji yang nyata. Pergaulilah mereka dengan cara yang patut. Jika kamu tidak menyukai mereka, (bersabarlah) karena boleh jadi kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan kebaikan yang banyak di dalamnya.
- Menjaga kehormatan istri
Seorang suami diwajibkan untuk menjaga kehormatan istrinya dari perbuatan yang dapat mencemarkan nama baik ataupun yang dapat menimbulkan fitnah.
- Mengatur hubungan bersanggama
Pernikahan merupakan jalur yang tepat guna menyalurkan nafsu seksual, sehingga pasangan suami-istri memiliki hak dan kewajiban satu sama lain untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
Berdasarkan sebuah hadits, Rasulullah menyebutkan bahwa hubungan seksual yang dilakukan suami-istri dapat memperoleh pahala. Hal ini diriwayatkan oleh Muslim, Rasulullah bersabda:
‘… pada setiap amal baik, betapapun kecilnya, disediakan pahala bagimu. Bahkan dalam hubungan seksualmu dengan istrimu, ada pula pahalanya,..’. Para sahabat bertanya, ‘Ya Rasulullah, apakah seseorang dari kami melampiaskan syahwatnya lalu memperoleh pahala karenanya?’, Maka Beliau menjawab, ‘Tidakkah kalian perhatikan, sekiranya dia menyalurkan syahwatnya itu dengan cara yang haram, bukankah dia berdosa karenanya? Begitu pula sebaliknya, ketika dia menyalurkannya dengan cara halal, dia akan memperoleh pahala karenanya’. (HR Muslim).***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"