KONTEKS.CO.ID — Lombok, sebuah pulau yang terkenal dengan keindahan alamnya, juga memiliki banyak warisan budaya yang menarik.
Salah satunya adalah “Tradisi Perang Topat”, sebuah tradisi turun temurun yang bermula setelah penjajahan Bali di Lombok pada masa lampau.
Penggunaan ungkapan “Lebaran Nine” atau “Lebaran wanita” terhadap Lebaran Topat menunjukkan bahwa perayaan ini memiliki posisi penting dalam ekspresi keislaman masyarakat Lombok.
Lebaran Topat merupakan pasangan Lebaran Mame (Idul Fitri) yang memiliki tujuan sama dengan Lebaran puasa Ramadhan, yaitu mencapai kehidupan yang fitri dan suci.
Penggunaan ketupat yang berbentuk segi empat sebagai nama Lebaran dan menu makanan utamanya merupakan bagian dari kearifan lokal masyarakat untuk mengingatkan manusia akan asal muasalnya.
Bentuk segi empat pada ketupat menunjukkan bahwa manusia terdiri dari unsur air, tanah, api, dan angin.
Warga Lombok melakukan perayaan ini dengan cara saling melempar ketupat antara umat Islam dan umat Hindu.
Ribuan warga Sasak dan beberapa tokoh umat Hindu merayakan upacara keagamaan ini bersama-sama setiap tahun di Pura Lingsar, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat.
Awalnya, mereka memulai acara ini dengan mengelilingkan sesaji berupa buah dan hasil bumi lainnya sebagai sarana persembahyangan.
Sarana persembahyangan seperti kebon odek dan sesaji bertempat di dalam Pura Kemalik.
Kemudian lanjut dengan prosesi perang topat, yang bertepatan dengan gugur bunga waru atau “rorok kembang waru” dalam bahasa Sasak.
Waktu tersebut umumnya menjelang tenggelamnya sinar matahari yaitu sekitar pukul 17.30.
Perang topat merupakan bagian dari upacara pujawali atau ungkapan rasa syukur umat manusia yang telah mendapat keselamatan, sekaligus memohon berkah kepada Sang Pencipta.
Tradisi Perang Topat di Lombok juga memiliki nilai-nilai budaya yang kaya. Dalam perayaan Lebaran Topat di Lombok, kita dapat melihat adanya dua dimensi, yaitu dimensi sakral dan sosial.
Dimensi sakral berkaitan dengan pengharapan ampunan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, sedangkan dimensi sosial berkaitan dengan upaya menjaga kerukunan antar sesama pemeluk agama.***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"