KONTEKS.CO.ID – Segehan Agung merupakan salah satu bentuk sembahyang yang penting dalam agama Hindu Bali. Umat Hindu menggunakannya dalam berbagai upacara adat, seperti upacara piodalan, penyineban Bhatara, budal dari melasti saat Nyepi, dan upacara Bhuta Yadnya lainnya.
Makna Segehan Agung sendiri berasal dari kata “segehan” yang artinya suguh dari bahasa Bali, dan “agung” yang artinya besar, mulia, dan luhur.
Namun, makna Segehan Agung sebenarnya adalah tingkat suguhan yang tertinggi, dan biasanya mereka gunakan dalam upacara-upacara yang lebih besar dan penting.
Segehan Agung memiliki isi yang sangat spesifik dan kaya akan simbolisme. Bagian alas terbuat dari ngiru/ngiu, yang melambangkan bumi.
Di tengahnya terdapat daksina penggolan, yaitu kelapa yang kulitnya sudah terkupas tapi belum mereka amplas atau masih berserabut. Daksina penggolan ini melambangkan Batara Guru, Dewa yang umat hindu puja sebagai Guru spiritual.
Terdapat setidaknya 11 tanding yang mengelilingi Daksina penggolan ini dengan posisi menghadap keluar pada canang. Tanding-tanding ini melambangkan 11 Dewa penjaga, yang mereka puja sebagai penjaga keamanan dan kesejahteraan.
Di sekitar daksina penggolan, terdapat tetabuhan yang terdiri dari tuak, arak, brem, dan air, yang melambangkan unsur-unsur alam.
Ada juga anak ayam yang ekornya belum tumbuh bulu panjang (bulu kencung) yang melambangkan keberanian, serta api takep yang berasal dari sabut kelapa berbentuk tanda plus atau tampak dara.
Tata cara penyajian Segehan Agung juga sangat ketat. Pertama-tama, Segehan Agung harus mereka siapkan terlebih dahulu dan letaknya berdampingan dengan api takep.
Kemudian, pecah buah kelapa menjadi lima dengan peletakan mengikuti arah mata angin. Sementara itu biarkan darah anak ayam yang lehernya sudah terpotong itu mengucur, lalu oleskan pada kelapa yang sudah pecah tersebut.
Setelah itu, telur dipecahkan dan di’ayab’kan, lalu ditutup dengan tetabuhan dan didoakan dengan mantra khusus.
Setiap kali menghaturkan Segehan Agung, siram dengan tetabuhan dengan cara menyipratkannya. Tetabuhan merupakan air putih yang bersih bisa berasal dari brem, tuak dan arak. Saat menyiram atau menyipratkan, perlu mengucapkan doa khusus yang memiliki arti dan makna penting bagi umat Hindu Bali.
Dengan begitu, Segehan Agung memiliki makna dan tata cara penyajian yang sangat spesifik dengan sangat hati-hati serta mengikuti aturan yang ketat.
Bagi masyarakat Bali, menjaga dan melestarikan budaya leluhur adalah sangat penting, termasuk melestarikan ritual Segehan Agung ini.***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"