KONTEKS.CO.ID – Fenomena klitik bikin geger di Yogyakarta, apa sih arti klitih? Mengapa bisa terjadi? Simak di sini ulasannya.
Klitih awalnya memiliki makna netral sebagai kegiatan jalan-jalan atau keliling kota tanpa tujuan yang jelas, telah berubah menjadi perilaku agresif yang melibatkan kekerasan fisik terhadap orang lain.
Fenomena klitih di Jogja, terutama yang melibatkan pelajar, telah menjadi perhatian publik dan pihak berwenang.
Dalam artikel ini, akan membahas tentang perubahan makna klitih, profil tersangka klitih, dan penyebab terjadinya klitih di Yogyakarta.
Seiring berjalannya waktu, makna klitih mengalami pergeseran dari netral menjadi negatif. Pada awalnya, klitih hanya memiliki arti sebagai kegiatan jalan-jalan atau keluyuran di waktu luang yang banyak, tanpa niat jahat.
Namun, seiring perkembangan zaman, klitih di Yogyakarta sering kali berkaitkan dengan perilaku agresif, termasuk merusak, mengganggu ketertiban umum, dan melukai orang lain.
Pemerhati kriminologi, Dr. Aroma Elmina Martha dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, menjelaskan bahwa perubahan makna klitih ini terjadi karena penyalahgunaan makna klitih oleh sebagian orang yang melakukan tindakan negatif.
Profil tersangka klitih di Yogyakarta mayoritas adalah pelajar yang masih mengenyam pendidikan formal. Dalam penelitian yang dilakukan, data menunjukkan bahwa kebanyakan pelaku klitih adalah pelajar yang terikat dalam kelompok atau geng di sekolah.
Salah satu syarat untuk masuk dalam geng tersebut bukanlah bertujuan untuk membunuh, namun lebih kepada menyerang atau merusak.
Faktor-faktor seperti rendahnya keterikatan dengan sekolah dan keluarga, serta rendahnya keterlibatan dalam kegiatan positif seperti agama, olahraga, seni, dan kampung (masyarakat), dapat menjadi penyebab terjadinya klitih di Yogyakarta.
Penyebab terjadinya klitih di Yogyakarta dapat kita lihat dari empat faktor, yaitu keterikatan, komitmen, keterlibatan, dan nilai kepercayaan atau keagamaan.
Keterikatan yang rendah terhadap sekolah dan keluarga membuat pelaku klitih merasa tidak terpantau dalam menjalani waktu luang mereka. Hingga pada akhirnya mendorong komitmen mereka untuk melakukan tindakan negatif.
Selain itu, keterlibatan yang rendah dalam kegiatan positif seperti agama, olahraga, seni, dan kampung (masyarakat) juga dapat mempengaruhi perilaku klitih.
Nilai moral yang rendah akibat kurangnya keterikatan dengan agama juga dapat menjadi faktor penyebab terjadinya klitih di Yogyakarta.
Untuk mengatasi fenomena klitih, perlu adanya upaya pencegahan yang melibatkan partisipasi aktif masyarakat. Selain tindakan kepolisian yang melibatkan razia senjata.***
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di "Google News"