KONTEKS.CO.ID – Musafir dalam Islam adalah sebutan bagi orang yang sedang bepergian untuk tujuan tertentu.
Namun, tidak semua orang yang bepergian bisa kita sebut sebagai musafir. Batasan-batasan musafir dalam Islam memiliki definisi berdasarkan beberapa faktor, antara lain batas awal safar, batas akhir safar, dan jarak safar.
Batas awal safar bagi seorang musafir terbagi berdasarkan beberapa ketentuan. Bagi orang yang tinggal di sebuah kota atau desa yang memiliki tugu atau gapura, maka penanda tersebut menjadi batas awal safar.
Namun, jika tujuan perjalanan tidak memiliki batas sama sekali, maka batas awal safarnya adalah melalui akhir bangunan yang terdapat pada tempat tersebut.
Bagi yang tinggal di wilayah tanpa adanya rumah atau bangunan di sekitarnya, seperti hutan atau padang pasir, maka batas awal safarnya yaitu saat meninggalkan tempat berdiam berdasarkan kebiasaannya.
Jika perjalanan tidak mereka lakukan melalui jalur darat, maka batas awal safarnya adalah berangkatnya kendaraan yang mereka tumpangi. Sementara itu, batas akhir safar adalah batas di mana seorang musafir tidak bisa lagi mendapat sebutan sebagai musafir.
Misalnya, musafir sudah melewati atau tidak memasuki tempat tinggalnya. Atau juga telah sampai batas desa lain di mana sebelumnya sudah ada niat untuk bermukim atau tinggal di tempat tersebut selama 4 hari 4 malam atau lebih.
Lalu, ada niat kembali ke desanya atau niat kembali ke tempat lain selain desanya meski tidak memiliki keperluan ke tempat tersebut. Bahkan saat ada kebimbangan dalam hati seorang musafir untuk pulang atau tidak, juga dapat menjadi batas akhir safar.
Perjalanan musafir bisa kita anggap berakhir jika memenuhi tiga syarat berikut:
- Memiliki niat dalam keadaan diam atau tidak sedang berjalan;
- Perjalanannya belum sampai pada tempat tujuannya, dan;
- Bepergian sesuai kehendaknya atau memiliki tujuan sendiri.
Adapun jarak minimal safar bagi seorang yang dalam perjalanan masih menjadi perdebatan di kalangan ulama. Menurut hadis Shahih Muslim, jarak minimal safar adalah 3 mil atau 3 farsakh.
Namun, beberapa ulama menyebutkan bahwa umumnya jarak minimal safar adalah 4 burd atau 16 farsakh. Konversi jarak tersebut dalam satuan modern dapat bervariasi tergantung pada interpretasi ulama yang mengikutinya.
Dalam Islam, musafir memiliki keistimewaan dalam melaksanakan ibadah seperti shalat dan puasa di bulan Ramadhan. Mereka mendapat keringanan untuk menjalankan ibadah tersebut jika memang sudah sesuai dengan ketentuan dan batasannya.***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"