KONTEKS.CO.ID – Setiap orang pasti pernah merasakan skeptis atau ragu-ragu akan suatu hal. Skeptisisme merupakan perasaan yang wajar, bahkan di beberapa kasus, dapat membantu kita berhati-hati dan menghindari situasi yang tidak kita inginkan.
Namun, apabila skeptisisme tersebut berubah menjadi sifat yang berlebihan, maka hal ini perlu segera kita ubah.
Seseorang dengan sifat skeptisisme berlebihan akan selalu meragukan segala aspek dalam kehidupannya, seperti kesehatan, pekerjaan, percintaan, bahkan saat membangun hubungan sosial dengan masyarakat. Sifat ini entu bisa menghalangi perkembangan diri, hubungan asmara atau risiko lain yang mungkin merugikan.
Dosen di Business School Oxford dan penulis Who Can You Trust?, Rachel Botsman mengatakan bahwa mengatasi skeptisisme adalah melalui tindakan penyeimbangan yang rumit. Berikut ini beberapa bentuk tindakan penyeimbang untuk mengatasi sifat ragu-ragu yang berlebiham.
Cara pertama adalah dengan menyadari bahwa diri kita juga memiliki kekurangan. Sebelum dapat mengatasi keraguan dan perasaan skeptis, perlu untuk mengetahui kelemahan pada diri sendiri. Orang yang memiliki sifat skeptis cenderung tidak percaya pada orang lain.
Ia akan merasa mampu menyelesaikan segala hal dan menyelesaikan segala bentuk permasalahan. Namun, dengan menyadari kekurangan pada diri sendiri, kita akan lebih mudah menerima bantuan dari orang lain.
Cara kedua adalah dengan mencari hobi baru. Seseorang dengan skeptisisme cenderung enggan mencoba hal baru dan menganggap hal baru tersebut tidak layak dicoba. Mencari hobi baru dapat membuka pikiran kita untuk mencoba hal baru yang dapat mengarah pada cinta pada diri sendiri.
Selain itu, bergabung dengan klub atau mencari lingkungan baru untuk beradaptasi dapat menghilangkan perasaan skeptis pada orang lain dan membantu kita membangun empati antar anggota.
Cara ketiga adalah dengan mengingat bahwa manusia adalah makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial, manusia sangat bergantung dengan kehadiran dari manusia lain sehingga aktivitas sehari-hari dapat berjalan sebagaimana mestinya.
Namun, seseorang dengan skeptisisme biasanya enggan untuk berosialisasi dan berinteraksi dengan orang lain. Oleh karena itu, kita harus berpikiran terbuka dengan kenalan baru dan tetap menjaga kontak mata saat berinteraksi serta menjadi pendengar yang baik.
Dalam kesimpulannya, skeptisisme merupakan perasaan yang wajar, namun apabila hal tersebut berlebihan maka dapat menghalangi hubungan, perkembangan diri, dan risiko lain yang mungkin merugikan.***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"