KONTEKS.CO.ID – Wara atau warak dalam islam memiliki arti menjauhi hal-hal yang belum jelas status hukum halal dan haramnya karena khawatir terhadap kemungkinan keharamannya.
Secara umum, wara dapat diartikan sebagai menjauhi segala sesuatu yang dilarang. Namun, mengutip dari islam.nu.or.id dalam Kitab Ihya Ulumiddin, Imam Al-Ghazali menjelaskan bahwa wara terdiri dari empat tingkatan.
Pertama adalah wara minimal (wara’us syuhud wal qadha), merupakan kewaraan yang menjadi syarat integritas saksi di pengadilan.
Tanpa kewaraan ini, seseorang tidak bisa menjadi saksi, hakim, atau pemerintah. Kewaraan minimal ini mencakup menjauhi barang-barang yang haram secara jelas.
Kedua adalah wara orang-orang saleh (wara’us shalihin). Kewaraan orang-orang saleh ini mencakup menjauhi barang-barang syubhat yang memiliki kemungkinan hukum yang berbeda, seperti kemungkinan haram, makruh, atau mubah.
Dalam menjelaskan kewaraan orang-orang saleh, Imam Al-Ghazali mengutip hadits riwayat At-Tirmidzi yang mengatakan, “Tinggalkanlah apa yang membuatmu ragu untuk apa yang tidak membuatmu ragu.”
Tingkatan ketiga adalah wara orang-orang bertakwa (wara’ul muttaqin). Kewaraan orang yang bertakwa melibatkan menjauhi kelebihan-kelebihan yang dapat membawa dari yang halal ke yang haram.
Rasulullah saw bersabda, “Seseorang tidak termasuk orang bertakwa sampai dia meninggalkan apa yang tidak ia perlukan karena takut terjebak pada yang terlarang.”
Contoh dari kewaraan orang yang bertakwa adalah menjauhi pembicaraan tentang orang lain yang sebenarnya halal, karena khawatir terjerumus dalam ghibah yang haram.
Contoh lainnya adalah menjauhi makan dengan syahwat yang berlebihan karena khawatir terjebak dalam perbuatan terlarang.
Terakhir, tingkatan keempat adalah wara orang-orang yang membenarkan (wara’us shiddiqin). Kewaraan golongan as-shiddiqin ini mencakup menghindari segala sesuatu selain Allah.
Khawatir akan menghabiskan usia dalam hal-hal yang tidak bermanfaat untuk mendekatkan diri kepada Allah, meskipun mereka menyadari bahwa aktivitas tersebut di luar itu tidak mengarah pada yang haram.
Namun dalam masyarakat, umumnya terkenal wara minimal sebagai tingkatan terendah dari wara. Kewaraan ini menjadi kriteria bagi seorang saksi dan hakim untuk menunjukkan integritas individu dalam memberikan kesaksian atau putusan.
Dalam agama Islam, konsep wara memiliki peran penting dalam menjaga ketakwaan dan menghindari hal-hal yang dapat merusak kehidupan spiritual seseorang.***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"