KONTEKS.CO.ID – Apakah Anda pernah mendengar istilah “fatherless”? Fenomena ini terjadi ketika anak tumbuh hanya bersama ibu tanpa kehadiran ayah baik secara fisik maupun psikologis, ternyata cukup sering terjadi di Indonesia. Hal ini lantaran hilangnya peran ayah dalam pengasuhan dan tumbuh kembang anak.
Fatherless tidak hanya berkaitan dengan kehadiran fisik ayah saat ayah dan ibu berada dalam hubungan yang rumit. Akan tetapi juga melibatkan kehadiran ayah secara psikologis, meskipun mereka masih dalam ikatan pernikahan.
Misalnya, keluarga menengah bawah yang tidak memiliki sosok ayah karena ibu merupakan istri muda, atau keluarga menengah atas yang kehilangan figur ayah karena alasan sibuk dengan pekerjaan dan jarang berada di rumah.
Terlebih lagi, terkadang ada situasi yang tidak bisa orangtua hindari hingga menyebabkan anak mengalami fatherless. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memahami beberapa penyebab yang bisa membuat fenomena ini terjadi, seperti:
- Perceraian orangtua
Salah satu penyebab fatherless yang sering terjadi adalah perceraian kedua orangtua. Perceraian ini menyebabkan anak yang berasal dari keluarga broken home kehilangan kesempatan untuk berkomunikasi langsung dengan ayah setelah perceraian terjadi.
Si Kecil akan mengembangkan rasa ketidakpuasan yang mengindikasikan adanya kekosongan figur ayah dalam hidupnya karena terbatasnya waktu komunikasi yang mereka miliki.
Selain itu, kurangnya pertemuan antara anak dan ayah korban perceraian juga bisa terjadi karena pengaruh ibu. Misalnya, karena perasaan amarah terhadap mantan pasangan yang membuat ibu mencegah anak bertemu dengan ayah.
- Pengasuhan patrilineal
Indonesia mengenal pola pengasuhan patrilineal yang memberikan peran dominan kepada ibu dalam pengasuhan anak.
Anggapan yang berkembang di masyarakat bahwa ayah sudah berjuang keras mencari nafkah sehingga tidak perlu lagi terlibat dalam mengasuh anak di rumah.
Hal inilah yang menjadi alasan mengapa Indonesia mudah berkembang menjadi fatherless country, hingga peringkat ketiga di dunia.
Bahkan, dulu tidak jarang nenek dan ibu yang melarang anak membangunkan ayah saat sedang beristirahat di rumah. Padahal, ayah hanya memiliki waktu terbatas untuk bermain bersama anak.
Lalu, apa dampak fatherless bagi perkembangan anak?
Dampak bagi anak-anak yang mengalami fatherless bisa mereka rasakan tidak hanya saat masih kecil, tetapi juga saat mereka dewasa.
Penelitian dari Fakultas Psikologi Universitas Persada Indonesia YAI tentang Dampak Fatherless Terhadap Perkembangan Psikologis Anak menunjukkan bahwa anak yang tumbuh tanpa ayah akan mengalami dampak tersebut hingga dewasa.
Dampak fatherless yang perlu kita pahami bisa terlihat dari rendahnya harga diri atau self-esteem saat dewasa.
Munculnya perasaan minder atau kurang percaya diri ini karena perbedaan dengan anak-anak lain yang memiliki kebersamaan dengan ayah.
Bahkan tidak jarang mereka mengalami perasaan marah atau anger yang dapat mempengaruhi kesejahteraan mental mereka.
Hal-hal tersebut di atas menjelaskan betapa pentingnya keterlibatan ayah dalam perkembangan anak. Ayah memiliki peran yang tidak bisa tergantikan dalam memberi kehangatan, dukungan emosional, serta menjadi panutan bagi anak-anak.
Oleh karena itu, penting bagi kita sebagai masyarakat untuk menciptakan kesadaran akan pentingnya peran ayah dalam pengasuhan anak.
Selain itu juga mendukung keterlibatan ayah dalam kehidupan keluarga guna membentuk generasi yang sehat dan berkembang secara holistik.***
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di "Google News"