KONTEKS.CO.ID – Majalah legendaris Life Magazine edisi 25 Januari 1937 memajang foto seorang putri bangsawan dari Hindia Belanda. Dia adalah putri dari Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara VII dan Gusti Kanjeng Ratu Timur.
Nama lengkap sang putri adalah Gusti Raden Ayu Siti Nurul Kamaril Ngasarati Kusumawardhani atau biasa dipanggil Gusti Nurul. Ia lahir di Surakarta pada 17 September 1921.
Daftar Isi:
- Kembang Mangkunegara yang Multitalenta
- Tolak Pinangan Pembesar Beristri
- Dua Pemuja Rahasia Sang Putri
- Letkol yang Beruntung
- Hari Patah Hati Nasional Pertama
Di majalah itu, foto sang putri tampak tengah menari dengan gemulai. Saat itu usianya baru 15 tahun.
Sang Putri menari disaksikan oleh Ratu Belanda Wilhelmina beserta para raja dan ratu dari berbagai negara.
Gusti Nurul ikut pementasan tari di Belanda sebagai kado untuk pernikahan Putri Juliana dengan Pangeran Bernhard.
Gusti Nurul bersama ayah dan ibunya memang mendapat undangan khusus ke Belanda oleh Ratu Wilhelmina. Ratu Belanda mengundang mereka hadir di acara pernikahan kenegaraan.
Sebagai kado dari Mangkunegara untuk Putri Juliana dan suami, Gusti Nurul menari dengan diiringi musik gamelan yang dimainkan langsung dari Istana Mangkunegara, Solo.
Musik gamelan tersebut disiarkan langsung melalui radio di Solo. Di saat bersamaan, di Istana Mangkunegara adik Gusti Nurul ikut menari sebagai pedoman bagi para pemain gamelan agar seirama dengan gerakan Gusti Nurul yang sedang menari nun jauh di Belanda.
Pementasan tari Gusti Nurul itu kemudian ramai menjadi warta di surat kabar Belanda. Berbagai media mengulas “sebuah seni tari dari Timur Jauh dibawakan dengan sangat elok oleh seorang putri raja” telah memukau mata banyak orang Eropa pada saat itu.
Kembang Mangkunegara yang Multitalenta
Nama Gusti Nurul kemudian melejit dan dikenal luas seantero Hindia Belanda. Kepandaiannya dalam lenggok tari, pun paras wajahnya yang sangat cantik membuat banyak pria kesengsem.
Tak hanya pandai menari, gadis cantik ini juga punya kegemaran berkuda.
Setiap sore saat Sang Putri sedang latihan berkuda, banyak lelaki yang berkerumun. Mata para lelaki itu tak berkedip melihat Gusti Nurul yang sedang berkuda.
Gusti Nurul memang multitalenta. Selain pintar menari dan jago berkuda, Kembang Mangkunegara ini juga menonjol dalam kemampuan sastra.
Tak hanya itu, sang putri juga sangat mendalami ilmu jamu-jamuan dan kosmetik tradisional. Itu sebabnya kecantikannya selalu terjaga secara alami.
Dalam buku “Kecantikan Perempuan Timur”, Martha Tilaar menjelaskan bahwa Gusti Nurul sedari muda memang sudah mempelajari soal jamu dan kecantikan. Martha Tilaar sendiri yang terkenal sebagai pakar kecantikan Indonesia pun mengaku belajar dari seorang Gusti Nurul.
Tolak Pinangan Pembesar Beristri
Kecantikan dan berbagai talenta sang putri raja itu tidak hanya membuat lelaki-lelaki kebanyakan terpesona.
Banyak nama besar pemimpin negeri ini yang jatuh hati padanya. Mulai dari panglima tentara, Sultan, Perdana Menteri, dan bahkan presiden pun jatuh hati kepadanya.
Beberapa pangeran dari Keraton Surakarta juga menaruh hati pada Gusti Nurul, salah satunya Kolonel Gusti Pangeran Haryo Djatikusumo. Djatikusumo adalah Kepala Staf Angkatan Darat Indonesia yang pertama.
Sang Kolonel mencoba meminangnya, tapi Gusti Nurul memiliki prinsip antipoligami. Ia menolak pinangan Djatikusumo yang saat itu telah beristri. Meski hidup dan besar di lingkungan keraton yang kental dengan tradisi selir, Gusti Nurul teguh memilih jalan hidup dengan pemikiran yang melampaui zamannya, yaitu menolak dipoligami.
Tak hanya panglima tentara, sejumlah nama besar lainnya juga pernah jatuh hati padanya.
Ada nama Sultan Hamengkubuwono IX yang sudah memiliki beberapa istri berniat juga untuk meminangnya. Gusti Nurul bergeming, ia menolak tatkala ayahnya mengatakan bahwa Hamengkubuwono IX berniat untuk meminangnya.
Alasannya sederhana, “Karena Beliau telah memiliki istri bahkan selir,” kata Gusti Nurul dalam buku biografinya “Gusti Nurul: Streven naar Geluk” (Mengejar Kebahagiaan).
Gusti Nurul tentu tahu bahwa Sultan Hamengkubuwono IX sudah punya istri. Pantang baginya, seorang perempuan berpendidikan tinggi di zaman kolonial, mau dimadu seperti yang dialami Kartini.
Dua Pemuja Rahasia Sang Putri
Ada seorang pemuja Gusti Nurul yang cukup unik, dia juga pembesar negeri ini. Nama orang itu adalah Sutan Sjahrir.
Setiap kali ada rapat kabinet di Jogjakarta, Perdana Menteri RI yang pertama ini selalu mengutus sekretaris pertamanya, Siti Zubaidah Usman, ke Pura Mangkunegara. Tujuannya tak lain untuk mengantarkan hadiah yang dibelinya di Jakarta.
Hadiah dari Sjahrir biasanya berupa kain sutra, tas, atau jam tangan. Setiap memberikan hadiah, Sjahrir juga melampirkan sepucuk surat di dalamnya. Gusti Nurul rajin membalas surat dari Sjahrir.
Meski tampak jatuh hati, Sutan Sjahrir yang juga pendiri Partai Sosialis Indonesia (PSI) itu tak pernah menyambangi Gusti Nurul ke Pura Mangkunegara.
Namun setelah Gusti Nurul menikah, Sjahrir pernah datang ke sana. Gusti Nurul mengaku ketika sesi foto bersama, Sjahrir selalu mengambil posisi ada di dekatnya. Namun suaminya tidak cemburu.
Gusti Nurul pernah mendapat undangan dari Presiden Soekarno ke Istana Cipanas. Ia datang bersama ibunya, Gusti Kanjeng Ratu Timur.
Di Istana Cipanas, Presiden Soekarno meminta pelukis Basuki Abdullah untuk melukis Gusti Nurul. Bung Karno memajang lukisan sang putri raja di ruang kerjanya
“Menurut kabar beberapa orang, Bung Karno pun menaruh simpati kepadaku. Namun aku sendiri tak pernah mendengar pernyataan ungkapan isi hati Bung Karno. Aku mendengar hal itu dari Bu Hartini, istrinya. Menurutku Bung Karno hanya sebatas mengagumi saja,” ungkap Gusti Nurul dalam bukunya.
Setelah Gusti Nurul menikah, Bung Karno sering berkelakar bahwa dia kalah cepat dari suami Gusti Nurul.
Letkol yang Beruntung
Lalu siapa lelaki yang sangat beruntung mempersunting Sang Putri? Dia adalah Raden Mas Sujarso Surjosurarso, seorang duda satu beranak satu.
Surjo bukan pejabat tinggi negara macam Soekarno atau Sjahrir. Ia juga bukan Raja seperti Sultan Hamengkubuwono IX.
Surjo merupakan Kepala Inspektorat Kavaleri Angkatan Darat yang pertama. Pangkatnya letnan kolonel.
Meski bukan pejabat tinggi, Surjo bukan perwira militer sembarangan. Ia lulusan Akademi Militer Kerajaan Belanda di Breda dan pernah beberapa tahun berdinas di tentara Kerajaan Belanda. Dia pernah bertugas di batalyon di Bandung dan selanjutnya pindah lagi ke Batalyon Infantri di Bogor.
Hari Patah Hati Nasional Pertama
Tanggal 24 Maret 1954 mungkin menjadi adalah hari patah nasional pertama di negeri ini. Di tanggal itulah Gusti Nurul resmi menjadi istri Letkol Surjo.
Setelah menikah dengan Suryo, Gusti Nurul meninggalkan kehidupan keraton. Ia meninggalkan Komplek Istana Mangkunegara, meninggalkan abdi dalem yang begitu setia, meninggalkan suasana keraton yang begitu mewah.
Ia mengikuti tugas suami dan tinggal di rumah dinas. Gusti Nurul begitu menikmati kehidupan barunya karena mendapat perlakuan yang sama dengan istri-istri prajurit lainnya. Tidak ada lagi yang memanggilnya Gusti, yang ada hanya Ibu, Jeng, atau Mbakyu.
Gusti Nurul setia mengikuti suaminya yang sering berpindah-pindah dinas. Mereka sempat pindah ke Amerika Serikat saat sang suami menjadi Atase Militer di Washington DC. Kemudian Gusti Nurul memilih tinggal bersama suaminya di Bandung.
Gusti Nurul meninggal dunia pada 10 November 2015 di Bandung. Kembang Mangkunegara ini tutup usia di umur 94 tahun dengan meninggalkan tujuh orang anak, 14 cucu, dan satu cicit.***
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di "Google News"