KONTEKS.CO.ID – Tuak dihasilkan dari fermentasi nira kelapa atau pohon yang menghasilkan nira (seperti aren). Minuman ini mengandung alkohol, sehingga tidak bisa diminum semua orang.
Tuak Batak dihasilkan dari mayang enau atau aren. Pohon ini dinamakan bagot dalam bahasa Batak Toba. Bagot bisa dijumpai di Kecamatan Balige yang berada di dataran tinggi sekitar 900 meter di atas permukaan laut.
Selain Tuak Khas Batak dari Sumatera Utara, namun Bali, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Utara juga memiliki memproduksi tuak yang memiliki kekhasan rasa dari masing-masing daerah.
Masyarakat Batak sering meminum tuak ketika ada acara adat, pertemuan keluarga, di tempat makan khas orang Batak yang disebut Lapo, dan juga sebagai jamuan bagi tamu.
Karena minuman ini populer di kalangan masyarakat Batak, maka tuak menjadi minuman khas dan icon dari suku Batak.
Dilansir dari laman Info Budaya, ada beberapa jenis tuak yang digunakan dalam adat Batak. Salah satunya adalah tuak tangkasan, yang merupakan tuak murni tanpa campuran dari kayu raru.
Tuak Khas Batak Simpan Kisah Mistis
Jenis tuak ini berasal dari pohon mayang bagot, sejenis pohon aren. Pohon bargot dalam legenda Batak memiliki makna mistis karena kisah asal usulnya.
Pohon bagot, sebagai sumber penghasil tuak konon dulunya pohon ini dipercaya memiliki hal-hal mistis akibat legenda asal mula tumbuhan tersebut.
Awalnya, seorang putri Dewa Batara Guru yang bernama Dewi Sorbajati akan dinikahkan dengan putra dari Dewa Mangalabulan bernama Dewa Odapodap yang buruk rupa menyerupai kadal.
Sang ayah Dewa Odapodap memohon kepada Dewa Batara Guru untuk menikahkan anaknya dengan putrinya, namun Dewi Sorbajati tidak rela untuk dinikahkan dengannya.
Sang putri meminta proses perkawinannya diiringi dengan gondang agar bisa menari sebagai bentuk pelampiasan kekecewaannya.
Akhirnya Dewa Odapodap menikah dengan Dewi Deakpujar. Dewi Sorbajati terombang-ambing di lautan hingga akhirnya terdampar di tanah yang dipukul Dewi Deakpujar dan bertumbuh pohon Bagot.
Penyajian Tuak dalam Kegiatan Tradisional Batak
Dalam adat Batak, tuak tidak digunakan sebagai sesajen untuk dewa. Namun sebagai sesajen bagi para roh nenek moyang yang telah meninggal.
Tuak digunakan dalam dua upacara resmi, yaitu Manuan Ompu-Ompu dan Manulangi. Upacara Manuan Ompu-Ompu dilakukan saat pemakaman orang tua tua.
Saat seseorang yang telah punya cucu meninggal, beberapa jenis tanaman ditanam di atas kuburannya. Menurut aturan adat, air dan tuak harus dituangkan pada tanaman tersebut.
Dalam upacara Manulangi, keturunan dari seorang Ompung Boru (nenek) memberi makanan secara resmi kepada orang tua yang telah punya cucu.
Dalam acara ini, keturunan anggota tersebut meminta restu, nasihat, dan pembagian harta, yang disaksikan oleh para tetua adat selama memberikan makanan, air minum dan tuak juga disajikan.
Tuak adalah minuman yang tak hanya khas, tetapi juga simbolik bagi Suku Batak.
Sebagai minuman beralkohol asli Indonesia, tuak tangkasan yang digunakan dalam adat Batak selalu tidak dicampurkan dengan kayu raru untuk menjaga kemurniannya.***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"