KONTEKS.CO.ID – Kosmetik atau skincare memiliki sejarah yang sangat panjang selama berabad-abad. Kini, sangat mudah menemukan produk kosmetik yang berbahan alami dan aman untuk kulit. Padahal di masa lampau, sebagian besar produk skincare terbuat dari bahan-bahan berbahaya.
Sejarah Skincare di Dunia Kuno
Menurut literasi, skincare atau kosmetik berasal dari Mesir Kuno sekitar 10.000 SM. Kala itu, kosmetik merupakan bagian penting dari kebersihan dan kesehatan masyarakat Mesir. Penggunaan kosmetik di Mesir tidak mengenal gender.
Pria dan wanita di Mesir Kuno menggunakan minyak wangi dan salep untuk membersihkan kulit mereka sekaligus melembutkan dan melindungi kulit dari teriknya matahari serta angin kering di Mesir.
Minyak wangi berguna untuk menutupi bau badan. Bahan dasarnya pun beragam, mulai dari mur, thyme, marjoram, chamomile, lavender, lily. Ada pula peppermint, rosemary, cedar, mawar, lidah buaya, minyak zaitun, minyak wijen, dan minyak almond. Kebanyakan parfum digunakan orang Mesir untuk mengikuti ritual keagamaan.
Melansir dari howstuffworks.com, masyarakat Mesir memilih kosmetik berupa eyeliner berwarna gelap untuk mata.
Selain untuk mempercantik wajah, orang Mesir percaya bahwa tata rias tersebut bisa menangkal kejahatan. Eyeliner kohl asli terbuat dari campuran timah hingga abu, tembaga, atau bahkan almond.
Laki-Laki Mesir Wajib Pakai Kosmetik
Melansir howstuffworks.com, sebelum meninggalkan rumah untuk bekerja sehari atau pergi ke pesta atau perayaan, sudah biasa bagi seorang pria bangsawan Mesir untuk berhias.
Mode yang tren di Kerajaan Lama (2650 hingga 2134 SM) adalah eye shadow zamrud mentah yang terbuat dari perunggu (tembaga karbonat).
Selain itu, orang Mesir kelas atas secara teratur akan memakai wig wangi dan jenggot palsu dari rambut manusia. Sedangkan warga kelas bawah akan mengenakan rambut ekstensi palsu yang terbuat dari serat nabati.
Secara sosial, kosmetik dan aksesori mencerminkan peringkat seseorang di Mesir kuno, seperti saat ini ketika menggunakan tas branded menjadi simbol status.
Bagian dari Kompensasi Pekerja Mesir
Skincare juga hal penting bagi kelas buruh. Produk skincare masuk dalam tuntutan buruh Mesir Kuno ketika mereka melakukan aksi mogok kerja.
Sebelumnya pemerintah kerajaan memasok mereka dengan semua kebutuhan dasar seperti daging, biji-bijian, dan sayuran sebagai imbalan atas keringat mereka. Suatu ketika, biji-bijian pasokan pemerintah tidak tiba sesuai jadwal. Hal itu membuat para pejabat juga menahan pengiriman minyak pijat.
Karena para buruh menganggap balsem berminyak penting untuk kesejahteraan mereka, dan tanpa itu, mereka pun berhenti bekerja dan menuntut intervensi pemerintah.
Bukan hanya minyak pijat, tetapi juga minyak dan yang melindungi kulit orang Mesir dari panas terik dan sinar matahari delta Sungai Nil dan menenangkan otot-otot mereka yang sakit.
Para majikan biasanya memasukkan minyak tersebut sebagai bagian dari kompensasi pekerja. Bahkan kadang-kadang diberi wewangian atau lotion kental.
Kondisi tersebut menggambarkan bagaimana pentingnya produk perawatan tubuh dan kulit atau skincare untuk orang-orang pada zaman itu.
Sejarah Skincare di Cina, Jepang, dan Yunani
Pada 3000 SM, orang Cina menggunakan kosmetik sebagai representasi kelas sosial. Bangsawan dinasti Chou memakai emas dan perak.
Sedangkan bangsawan berikutnya memakai warna hitam atau merah. Masyarakat kelas bawah dilarang memakai warna-warna cerah pada kuku mereka.
Sedangkan, wanita Yunani mengecat wajah mereka dengan timah putih dan mengoleskan buah murbei yang telah dihancurkan sebagai pemerah pipi. Penggunaan alis palsu, yang sering kali terbuat dari bulu lembu juga menjadi mode.
Pada 1.500 SM, orang Cina dan Jepang biasanya menggunakan bubuk beras untuk membuat wajah mereka putih. Mereka mencukur habis alis. Lalu warna cat emas atau hitam untuk gigi dan pewarna henna untuk menodai rambut dan wajah.
Lalu pada 1.000 SM, Orang Yunani memutihkan kulit mereka dengan kapur atau bedak wajah timbal dan membuat lipstik kasar dari lempung oker yang tercampur dengan besi merah.
Sejarah Skincare di Era Awal Masehi
Orang Yunani Kuno menggunakan minyak berharga, parfum, bedak kosmetik, perona mata, kilap kulit, cat, salep kecantikan, dan pewarna rambut.
Mereka juga membuat produk perawatan kulit dengan menggunakan bahan-bahan lokal dan alami.
Salah satu perawatan perawatan kulit adalah mencampur buah berry segar dengan susu dan kemudian mengoleskannya ke area wajah.
Orang Yunani Kuno juga menggunakan zaitun dan minyak zaitun sebagai pengelupasan dan pelembab. Terakhir, madu, bersama dengan susu dan yogurt sebagai preparat anti-penuaan.
Sejarah Skincare Eropa Abad Pertengahan dan Renaissance
Selama abad ke-12, kosmetik secara teratur digunakan di Eropa abad pertengahan. Salep dari lemak hewani maupun tumbuh-tumbuhan.
Kulit halus dan putih menjadi kewajiban dan banyak yang menggunakan pengobatan herbal untuk mempromosikan kulit yang cerah dan mengurangi jerawat.
Lidah buaya, rosemary, dan mentimun untuk membersihkan kulit. Biji, daun, bunga, dan madu untuk membuat masker wajah.
Wanita pada periode Renaissance menggunakan perak, merkuri, timah, dan kapur untuk mewarnai wajah mereka.
Kebanyakan praktik perawatan kulit sama seperti pada periode abad pertengahan, mengandalkan herbal dan madu untuk membersihkan dan meremajakan kulit.
Obat perawatan kulit lainnya termasuk tangkai sapu untuk membersihkan kulit dan merebus oatmeal dalam cuka untuk mengobati jerawat. Rendaman roti dalam air mawar untuk menenangkan mata yang bengkak.
Dalam beberapa catatan sejarah, penggunaan Rempah-rempah sebagai salah satu alternatif skin pada masa itu terbilang cukup tinggi.
Rempah sebagai bagian dari tumbuh-tumbuhan yang berasal dari surga, sehingga banyak kaum bangsawan dan saudagar yang menggunakannya selain untuk penyedap masakan.
Komoditas utama rempah seperti jahe, kunyit, jintan, dan kayu manis mampu meremajakan kulit dan juga mengurangi keriput tua.
Sejarah Skincare di Era Barok
Selama Era Barok, sauna dan pembersihan keringat menjadi populer. Mandi susu untuk kulit yang lebih halus dan bersih.
Manfaat skincare selama ini agar terlihat seperti cat-cat warna dan riasan tebal. Tren tersebut membuat pemakainya lebih terhormat.
Kala itu, rouge sangat populer, dan pada tahun 1780-an, wanita Prancis menggunakan dua juta pot pemerah pipi per tahun.
Bibir wanita dapat memerah dengan campuran alkohol suling atau cuka sehingga banyak para bangsawan yang menggunakannya untuk sekedar pentas kecantikan ataupun perjamuan khusus para bangsawan.
Sejarah Makeup
Pada tahun 1900, kosmetik digunakan secara luas di seluruh dunia, termasuk Amerika Serikat.
Tahun 1907, Eugene Schueller, seorang ahli kimia muda asal Prancis, menciptakan pewarna rambut sintetis modern yang ia sebut “Oréal”.
Lalu Schueller menamai perusahaannya dengan Societe Francaise de Teintures Inoffensives pour Cheveux (Perusahaan Pewarna Rambut yang Aman di Prancis), yang saat ini telah menjadi L’Oréal pada 1909.
Sejak 1910, wanita Amerika mulai membuat bentuk maskara mereka sendiri dengan mengoleskan butiran-butiran lilin pada bulu mata mereka.
Pada 1915, Ahli kimia T.L. Williams menciptakan Maybelline Mascara untuk saudara perempuannya, Mabel, yang menjadi inspirasi produk tersebut.
Pada 1920, Max Factor, seorang ahli kosmetik Polandia-Amerika dan mantan ahli kosmetik untuk keluarga kerajaan Rusia, menciptakan kata “makeup”.
Dua memperkenalkan Society Makeup kepada masyarakat umum, sehingga para wanita dapat meniru penampilan bintang film favorit mereka.
Lalu pada 1920-1930 muncul cat kuku cair pertama, beberapa bentuk dasar modern, perona pipi bubuk, dan bedak padat.
Pada 1928, Max Factor di Hollywood meluncurkan lip-gloss pertama. Dan pada tahun yang sama, satu pon bedak wajah terjual setiap tahun untuk setiap wanita di AS dan ada lebih dari 1.500 krim wajah di pasaran.
Skincare Kuno Terbuat dari Racun
Pada masa lampau sebagian besar produk kosmetik terbuat dari bahan-bahan berbahaya alias racun.
Cleopatra VII merupakan ratu Mesir kuno, anggota terakhir dinasti Ptolemeus. Walaupun banyak ratu Mesir lain yang menggunakan namanya, dialah yang terkenal secara umum dengan nama Cleopatra.
Pada masa itu, semua lelaki dan wanita Mesir merias mata mereka dengan bedak hitam dan hijau. Selain menjaga mata dari matahari, riasan ini dapat melindungi penggunanya dari penyakit.
Mungkin keyakinan tersebut memang benar. Pasalnya, cat kelopak mata yang mereka kenakan mengandung garam timbal (timah hitam).
Pada 2010, peneliti Prancis berpendapat bahwa garam timbal ini meningkatkan produksi nitrat oksida pada pemakainya, sehingga meningkatkan sistem kekebalan tubuh dan mencegah infeksi mata.
Di masa kuno, kebanyakan orang Mesir tak hidup lebih dari 30 tahun, sebab kontak terlalu lama dengan timbal dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan.
Standar Kecantikan Abad 16 Adalah Putih Bagai Porselen
Lalu para wanita di Kekaisaran Roma menggunakan riasan yang mengandung timbal untuk memutihkan wajah mereka.
Standar kecantikan pada abad ke-16 adalah kulit yang putih bagaikan porselen. Tren tersebut berkiblat pada Ratu Elizabeth I sehingga menjadi simbol kebangsawanan dan kesempurnaan pada masa itu.
Pada abad ke-16 Masehi, para bangsawan Inggris melakukan hal serupa. Salah satu tokoh terkenal yang menggunakan riasan bertimbal ialah Ratu Elizabeth I.
Agar putih, Ratu Elizabeth I menggunakan Venetian ceruse, sejenis foundation yang terbuat dari campuran cuka dan timah.
Bahkan, ia juga menggunakan lipstik dengan kandungan cinnabar, mineral berwarna merah terang yang mengandung merkuri.
Akhirnya, Ratu Elizabeth I meninggal dunia lantaran menderita penyakit kanker dan pneumonia disebabkan oleh paparan bahan kimia berbahaya dalam produk kosmetiknya.
Kini penggunaan merkuri pada produk kecantikan terbukti berbahaya dan terlarang di berbagai negara, termasuk Indonesia!
The Virgin Queen ini menggunakan campuran timbal dan cuka sebagai bedak Venetian, atau ruh Saturnus, untuk menyembunyikan luka bekas cacarnya.
Meski melembutkan kulit dari hari ke hari, namun lama kelamaan, bedak tersebut menyebabkan kulit kehilangan warnanya, kerontokan rambut, dan gigi yang membusuk.
Kosmetik Menimbulkan Kematian
Di akhir abad ke-19 Masehi, surat kabar di Amerika Serikat banyak yang mengiklankan wafer mengandung timah.
Dalam iklan itu, jika mengkonsumsi wafer tersebut, bintik-bintik, jerawat, dan noda pada wajah akan hilang.
Produk kosmetik ini mengandung racun. Bahkan secara terang-terangan tertulis di kemasannya, “Wafer Mengandung Arsenik”.
Arsenik adalah zat beracun selama era Victoria, tetapi mungkin sebagian wanita pada masa itu menganggap, mengkonsumsi sedikit arsenik tidak akan berbahaya. Tanbah lagi, para produsen turut menyatakan dalam iklan bahwa produk mereka aman dan sama sekali tidak berbahaya.
Padahal, meskipun jumlah kecil arsenik dapat ditolerir oleh tubuh, mengkonsumsinya tetap beresiko, kecuali Anda benar-benar menginginkan berpenampilan putih dan pucat seperti mayat.
Penambahan arsenik dalam produk makeup jadul berpotensi menghancurkan sel darah merah, menyebabkan kebotakan dan ketergantungan, serta berakhir kematian.
Skincare Mengandung Bahan Radioaktif Radium untuk Kulit Cerah
Pada awal abad ke-20, para wanita menyukai kosmetik berbasis radium. Konon mampu meregenerasi sel kulit sehingga tampak lebih muda dan bersinar.
Kenyataannya, unsur kimia berbahaya ini satu juta kali bahan lebih aktif dari uranium untuk bahan radioaktif.
Orang yang sering terpapar radium mengalami efek yang amat mengerikan, termasuk cacat fisik, pembusukan jaringan tubuh, tulang rahang copot, kanker tulang, juga kematian.
Sebagian besar produk kecantikan yang tersedia saat ini menggunakan bahan-bahan yang lebih aman dan melalui proses dengan teknologi modern.
Namun masih banyak produk kosmetik yang menjanjikan kecantikan instan dan ternyata mengandung bahan-bahan berbahaya.***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"