KONTEKS.CO.ID – Kebangetan. Kira-kita kata itu yang bakal terlontar jika ada yang mengaku warga Jakarta dan Bogor namun tidak tahu roti Tan Ek Tjoan. Ya, roti Tan Ek Tjoan seakan sudah menjadi bagian dari keseharian warga dengan gerobak sepedanya yang khas.
Namun tidak banyak yang tahu bahwa merek yang kondang dengan produk roti gambang ini sudah terbelah menjadi dua entitas bisnis. Saat ini dua pihak yang masih satu keturunan mengklaim sebagai pemilik sah merek dagang Tan Ek Tjoan.
Pihak pertama adalah Alexandra Salinah Tamara, dan pihak kedua adalah Lydia Chintya Elia. Keduanya merupakan cucu Tan Ek Tjoan.
Tan Ek Tjoan dan istrinya Phoa Lin Nio memiliki dua anak, yakni Tan Bok Nio dan Tan Kim Thay. Tan Kim Thay yang menikah dengan orang Belanda memiliki dua anak yaitu Robert dan Alexandra. Lydia sendiri adalah anak dari Tan Bok Nio.
Dualisme Berujung Sengketa
Dualisme ini memunculkan gambar atau logo yang berbeda pada satu merek yang sama. Bedanya, Alexandra menggunakan logo dan gambar klasik yaitu tulisan merah dengan latar warna putih dan mahkota di atas tulisan.
Sementara pihak Lydia memakai logo dan gambar koki sedang memanggang roti bertuliskan Tan Ek Tjoan dengan latar warna kuning dan cokelat.
Beda kedua, roti Tan Ek Tjoan versi Alexandra atau Tan Ek Tjoan Jakarta telah berpindah toko dari Cikini ke Panglima Polim. Sedangkan versi Lydia atau Tan Ek Tjoan Bogor. Perbedaan kedua versi merek ini merembet hingga pada gerobak sepeda yang mengikuti logo masing-masing.
Pada Februari 2022 lalu, merek dagang Tan Ek Tjoan menjadi objek sengketa di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat (PN Jakpus). Sengketa merek yang terdaftar dengan nomor 11/Pdt.Sus-HKI/Merek/2022/PN Niaga Jkt.Pst diajukan oleh pihak Alexandra 18 Februari 2022.Â
Alexandra mengajukan gugatan setelah Komisi Banding Merek di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) menolak pendaftaran merek Tan Ek Tjoan versi dia.
Mengutip laman resmi DJKI, Kemenkumham memberikan perlindungan hukum kepada merek Tan Ek Tjoan milik Lydia yang telah terdaftar resmi. Itu sebabnya Komisi Banding Merek DJKI menolak pengajuan merek dagang dari pihak Alexandra.
Objek sengketa di PN Jakpus adalah merek Tan Ek Tjoan dengan kode kelas 35. Kode ini merujuk ke jenis usaha berupa toko, counter, counter berjalan, counter berjalan dengan kendaraan, dan Moko (Mobil Toko). Jenis toko berjalan yang dimaksud adalah menggunakan gerobak sepeda yang dikayuh, ciri pemasaran roti Tan Ek Tjoan sejak berpuluh tahun silam.
Berbeda Rasa
Penelusuran Konteks.co.id, Lydia pernah menjelaskan tentang perbedaan rasa Tan Ek Tjoan di laman Facebook miliknya di tautan ini.
“Bapak dan Ibu konsumen pencinta Roti Tan Ek Tjoan.
Berhubung banyaknya konsumen yang mengeluhkan perbedaan rasa dan kualitas roti Tan Ek Tjoan, maka demikian penjelasan kami:
Apabila Bapak dan Ibu membeli produk roti Tan Ek Tjoan Jakarta, sangat mungkin BERBEDA KUALITAS dan RASA dengan roti Tan Ek Tjoan Bogor.
Perusahaan roti Tan Ek Tjoan Jakarta saat ini dikelola pihak lain yang bukan keluarga keturunan langsung.
Kalaupun asetnya bisa dibeli oleh pihak lain, Nama atau Merek Tan Ek Tjoan hanya bisa dipakai oleh keluarga keturunan langsung karena Tan Ek Tjoan merupakan nama leluhur keluarga.
Hak Merek Tan Ek Tjoan telah terdaftar di HAKI dan dipegang oleh
TAN EK TJOAN BOGOR sebagai generasi penerus keturunan ke 3.
Terima kasih sudah menjadi penggemar roti Tan Ek Tjoan.
= Tan Ek Tjoan BOGOR tetap berkomitmen mempertahankan mutu roti demi menjaga nama baik keluarga. =
#tanektjoan #tanektjoanbogor #kulinerindonesia #kulinerbogor
Sampai saat ini belum ada informasi sejauh mana proses penyelesaian sengketa merek legendaris ini di pengadilan.
Mana yang Asli?
Kalau ada yang bertanya versi mana yang rasanya masih asli atau original, jangankan penikmat roti, para pedagang roti dua versi ini pun mengaku sulit membedakannya.
Seorang pedagang gerobak sepeda bernama Hendra yang mangkal di Jalan Cikini Raya mengaku tidak tahu persis bagaimana muasal roti yang tersusun di gerobak sepeda bernuansa kuning coklat oranye dan kini bertuliskan TET itu menjadi sengketa.
Dia mengaku hanya mendengar bahwa perubahan merek dari Tan Ek Tjoan menjadi TET bermula dari buruknya manajemen pengelolaan oleh orang kepercayaan Tan Ek Tjoan. “Awal mulanya salah satu karyawan yang menggelapkan pesanan roti lalu dibawa pulang ke rumahnya. Terus manajemen pabrik juga berantakan sampai masuk pengadilan dan mereknya berubah,” ujar Adi.
Namun kata Hendra, hal itu tidak berpengaruh terhadap omset jualannya. Berjualan sejak pagi hingga menjelang Maghrib, pria asal Sukabumi ini mengaku setiap hari masih bisa mengantongi duit hingga Rp500 ribu.
Soal rasa, Hendra bertutur bahwa roti gambang legendaris Tan Ek Tjoan yang produksinya lebih enak ketimbang Tan Ek Tjoan versi Alexandra. “Kalau kata pembeli, buatan mereka lebih manis. Kalau kita masih orisinil,” ujar Hendra.
Tak jauh dari lokasi Hendra berjualan, ada Eko yang juga berdagang Tan Ek Tjoan dengan gerobak sepeda warna kuning putih dan sedang melayani pembeli. Meskipun mereknya berbeda, ternyata dari kaca gerobak itu terlihat bahwa varian roti milik Eko tidak berbeda dengan roti yang terlihat di gerobak kuning coklat oranye yang bawaan Hendra.
Sama seperti Hendra, Eko juga mengaku tidak tahu pihak mana yang benar dari sengketa merek tersebut. Dia juga menyatakan bahwa sejauh ini omset jualannya tidak berubah drastis. Jadi, mana yang asli?***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"