KONTEKS.CO.ID – Sambut Ramadhan 2023, Kabupaten Merangin di Provinsi Jambi menggelar tradisi Bantai Adat.
Bantai Adat adalah tradisi pemotongan sapi atau kerbau yang dilakukan untuk menyambut bulan Ramadhan.
Bantai Adat di Kabupaten Merangin merupakan sarana untuk mempererat tali silaturahmi antarwarga dan meningkatkan keberagaman.
Selain itu, Bantai Adat juga berfungsi sebagai pelestarian kegiatan adat yang mengandung nilai-nilai kebaikan. Selain sebagai bentuk rasa syukur, tradisi ini juga memiliki nilai-nilai sosial dan ekonomi yang penting bagi masyarakat.
Salah satu nilai sosial yang terkandung dalam tradisi Bantai Adat adalah keterlibatan lembaga adat dalam menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat.
Dalam hal ini, lembaga adat mendorong masyarakat untuk berpartisipasi dalam perencanaan pembangunan dengan menampung aspirasi masyarakat dan menyalurkannya ke kewenangan tingkat kecamatan.
Pembangunan arena kegiatan Bantai Adat biasanya selama tiga hari sebelum puasa dengan dana dari pemerintah kabupaten.
Hewan yang mereka sembelih pada upacara adat tersebut merupakan hasil pembelian dari beberapa kepala keluarga. Selain itu, ada juga hewan yang tidak mereka beli secara kelompok.
Daging hasil pemotongan bisa warga jual dengan harga yang lebih murah dari harga pasar, sehingga memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat. Ada juga yang memasak daging tersebut untuk kebutuhan selama Ramadhan.
Tradisi Bantai Adat juga mampu menekan harga daging di pasaran sehingga harga daging tidak melambung menjelang Ramadhan.
Upacara ini merupakan tradisi yang umumnya telah mereka rencanakan sejak awal tahun melalui rapat anggota masjid atau komunitas tertentu.
Sumber protein hewani dari sapi atau kerbau dari hasil sembelih mereka gunakan untuk tradisi makan besamo (makan bersama-sama sebagai rasa syukur menyambut Ramadhan dan mempererat silaturahmi). Makan besamo biasanya juga mereka lakukan dengan berbagai kegiatan keagamaan lain seperti beduon dan istighosah.
Dalam keseluruhan tradisi Bantai Adat, terdapat banyak nilai-nilai yang baik bagi masyarakat. Selain sebagai bentuk rasa syukur, tradisi ini juga membuka peluang bagi partisipasi masyarakat dalam pembangunan.
Tradisi ini juga mampu menekan harga daging di pasaran dan mempererat silaturahmi antarwarga. Oleh karena itu, tradisi ini perlu dilestarikan dan dijadikan sebagai bagian dari identitas masyarakat setempat.***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"