KONTEKS.CO.ID – Kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) DKI Jakarta tahun 2024 mendapat penolakan dari Partai Buruh dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI).
Kemarin, Pj Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono telah mengumumkan kenaikan UMP DKI sebesar 3,38 persen atau setara Rp165.583 menjadi Rp5,06 juta.
Heru menggunakan perhitungan UMP DKI Jakarta itu dengan PP Nomor 51 Tahun 2023 tentang Pengupahan.
Presiden Partai Buruh sekaligus Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan, pihaknya menolak keras kenaikan UMP tersebut.
Selain itu, pihaknya juga menolak kenaikan UMK yang pada akhir November 2023 mendatang.
Iqbal menegaskan, buruh akan melakukan mogok nasional, dengan perkiraan antara tanggal 30 November sampai dengan 13 Desember 2023.
Dia mengeklaim, sebanyak 5 juta buruh di 100 ribu lebih perusahaan akan ikut serta dan akan berhenti beroperasi secara serentak.
“Aksi mogok nasional ini menggunakan dasar hukum yang jelas. Yakni UU No. 9 Tahun 1998, tentang kebebasan menyampaikan pendapat di muka umum,” kata Iqbal dalam keterangannya, Rabu 22 November 2023.
“Dan UU No. 21 Tahun 2000 tentang serikat buruh, yang di dalam Pasal 4, salah satu fungsi serikat adalah mengorganisir pemogokan,” imbuhnya.
PP 31/2023, kata Iqbal, mengacu pada omnibus law UU Cipta Kerja. Partai Buruh dan KSPI pun sudah menolaknya.
Di dalamnya menentukan, kenaikan upah minimum berdasarkan inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks tertentu.
“Di mana dalam PP 51/2023, indeks tertentu nilainya adalah 0,1 sampai dengan 0,3 yang disebut alpha. Maka kenaikan upah minimum provinsi atau UMP keputusan para Gubernur lebih rendah dari kenaikan upah PNS, TNI/Polri sebesar 8 persen dan pensiunan 12 persen,” jelasnya.
Buruh Minta UMP DKI Naik 15 Persen
Menurut penilaian Said Iqbal, hal ini sangat aneh.
“Di seluruh dunia, tidak ada kenaikan upah minimum pegawai negeri lebih tinggi daripada upah pegawai swasta,” kata Said Iqbal.
Lantaran itu, buruh meminta kenaikan UMP sebesar 15 persen. Jika saat ini UMP DKI sebesar Rp4,9 juta, maka dengan kenaikan sebesar 15 persen seharusnya upahnya menjadi Rp5,63 juta.
Bukan sebesar 3,38 persen atau naik Rp 165 ribu sehingga menjadi Rp 5,067 juta seperti pengumuman dan keputusan Pj Gubernur DKI Jakarta.
“Jika kenaikannya hanya Rp165 ribu, maka buruh bakal nombok. Karena harga beras saja naik 40 persen, telur naik 30 persen, transportasi naik 30 persen, sewa rumah naik 50 persen, bahkan BPS mengumumkan inflasi makanan kenaikannya lebih dari 25 persen,” terangnya.
“Kemenaker hanya mementingkan dirinya sendiri. Dia saja naik gajinya nggak pakai alpha. Kok buruh pakai alpha yang nilainya sama dengan 0,1 sampai 0,3,” pungkasnya.***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"