KONTEKS.CO.ID – Isi RUU DKJ yang di mana gubernur dan wakil gubernur setelah DKI tidak lagi menjadi Ibu Kota ditunjuk Presiden tuai kontroversi.
Sebab, RUU DKJ disahkan menjadi UU atas inisiatif DPR RI. Padahal di satu sisi, anggota DPR yang sekarang ini berada di Parlemen karena hasil dari pemilihan legislatif (Pileg).
Artinya, mereka dipilih oleh rakyat dalam proses demokrasi yang dinamakan pemilihan umum (Pemilu).
Co Founder Citra Institute, Heriyono Tardjono, menyebutkan, UU yang disahkan DPR itu menjadi rancu dan sangat bertentangan dengan nilai-nilai demokrasi.
“Menjadi anek ketika DPR RI sebuah lembaga yang lahir dari proses demokrasi mengusulkan sebuah norma yang meyampingkan nilai demokrasi. Disitulah anomalinya,” kata Heriyono kepada KONTEKS.CO.ID, Kamis, 7 Desember 2023.
Dia berpendapat bahwa para wakil rakyat itu tidak memiiki kemampuan dan percaya terhadap konsituennya. Sebab, pengisian jabatan yang tidak melibat publik itu sama saja mereka tidak percaya terhadap para pemilihnya.
“DPR tidak percaya pada kemampuan para pemilihnya sendiri,” kata Heriyono.
Sebelumnya, pada Selasa, 5 Desember 2023, RUU DKJ telah disahkan menjadi UU usulan DPR RI. Keputusan itu telah disetujui delapan fraksi pada Rapat Paripurna (Rapur) ke-10 di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan.
Aturan RUU DKJ yang banyak penolakan yakni menyoal pengisian jabatan gubernur dan wakil gubernur.
Pada RUU DKJ Pasal 10 ayat (2) yang menyebutkan gubernur dan wakil gubernur Daerah Khusus Jakarta ditunjuk dan diberhentikan presiden dengan memperhatikan usul DPRD. ***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"