KONTEKS.CO.ID – DPRD DKI Jakarta meminta Dinas Pendidikan membatalkan pemecatan 107 guru honorer pada awal Juli 2024 lalu.
Selain itu, DPRD juga meminta Dinas Pendidikan memulihkan kembali status para guru honorer itu.
Sekretaris Komisi E DPRD DKI Jakarta, Jhonny Simanjuntak mengatakan pihaknya akan memanggil jajaran Dinas Pendidikan dalam rapat kerja pada Selasa, 27 Juli 2024.
Dalam rapat kerja itu, pihaknya akan meminta pertimbangan kebijakan cleansing atau pemutusan kontrak guru honorer.
Kemudian, mencari solusi pembatalan pemecatan guru honorer.
“Kita minta penjelasan sekaligus meminta supaya guru-guru yang sudah diputus dikembalikan seperti semula,” kata Jhonny kepada wartawan, Sabtu 20 Juli 2024.
Jhonny juga meminta Disdik segera mencari solusi terkait pemecatan tersebut. Karena, kata dia, para guru honorer juga ujung tombak mencerdaskan anak bangsa.
“Harus ada upaya terobosan lain dari Dinas Pendidikan selain pemecatan. Ini akan berakibat pada peserta didik, mereka tidak mendapat ilmu dari guru-guru yang berkompeten,” ujarnya.
Menurut Jhonny, tak elok jika Disdik melakukan pemutusan kontrak guru honorer. Sedangkan di tingkat Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas (SMA) masih kekurangan tenaga pengajar.
“Kalau diputus kontrak pasti kekurangan guru, karena pengadaan guru dari ASN tidak bisa cepat, butuh waktu,” pungkasnya.
Sebelumnya, Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) menyatakan ratusan guru honorer dari sekolah-sekolah negeri di Jakarta diputuskan kontrak sepihak oleh Pemprov DKI.
“Total guru honorer di sekolah negeri di DKI Jakarta terdata BKN adalah 4835. Laporan yang masuk terdampak Cleansing per hari ini sudah 107 guru honorer. Jumlahnya sudah ratusan,” kata Kepala Bidang Advokasi Guru P2G, Iman Zanatul Haeri pada Selasa, 16 Juli 2024.
Sementara Plt Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Budi Awaluddin menyebutkan kendati adanya temuan perekrutan sejumlah guru honorer yang maladministrasi, proses kegiatan belajar mengajar (KBM) di sekolah akan berjalan seperti biasa.
Mengingat, jumlah guru honorer yang terindikasi maladministrasi di setiap sekolah hanya sebanyak satu sampai dua guru honorer.
“Perekrutan guru honorer harus melalui mekanisme sesuai dengan syarat dan peraturan yang berlaku,” pada Rabu, 17 Juli 2024.
Kata Budi, para guru honorer itu harus memenuhi sejumlah persyaratan, yaitu berstatus bukan ASN dan tercatat pada Data Pokok Pendidikan (Dapodik).
“Selain itu, memiliki Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK) dan belum mendapat tunjangan profesi guru,” ujarnya.
Setelah penelusuran, tambah Budi, terdapat perekrutan guru honorer yang dilakukan oleh kepala sekolah masing-masing, yang bisa terjadi bias standar dan subjektivitas dalam perekrutannya.
“Terkait dengan pemberitaan tentang pemberhentian guru-guru honorer yang sumber pembayarannya melalui Dana BOS, hal tersebut terjadi karena mereka tidak memenuhi persyaratan pada Permendikbudristek No. 63 Tahun 2022 tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan Dana BOS,” pungkasnya.***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"