KONTEKS.CO.ID – Anggota Komisi VI DPR RI Achmad Baidowi atau Awiek mendesak pemerintah tegas menolak permintaan China untuk menjadikan APBN sebagai jaminan utang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) dengan nilai Rp8,3 triliun.
Politikus PPP ini menilai, kenaikan biaya konstruksi atau cost overrun KCJB terjadi akibat perencanaan proyek yang kurang matang, sehingga terdapat kenaikan biaya bunga, biaya tenaga kerja, hingga biaya pembebasan lahan. Kondisi tersebut seharusnya sudah tercermin pada saat uji kelayakan proyek dilakukan.
“Kesalahan dalam perencanaan, tidak bisa hanya dibebankan kepada pihak BUMN dan pemerintah Indonesia,” kata Awiek kepada wartawan, Selasa 18 April 2023.
Selain perencanaan yang tidak matang, bunga yang tinggi dan masa pengembalian investasi pinjaman yang panjang, hal tersebut akan sangat beresiko bila dibebankan pada APBN.
“Pemerintah harus waspada terhadap skenario debt trap atau jebakan utang, dimana proyek yang membebani BUMN dan anggaran negara sengaja diciptakan dengan skenario tertentu oleh pihak kreditur sehingga pengelolaan aset strategis nasional pindah ke tangan asing,” paparnya.
Awiek pun menegaskan, penjamin utang dengan skema APBN bukan solusi ideal saat ini. Mengingat APBN Indonesia saat ini sedang difokuskan untuk mengejar target defisit, yang wajib kembali ke bawah 3 persen sebelum 2024.
“Sementara belanja perlindungan sosial, pengendalian inflasi, belanja pendidikan dan belanja rutin wajib diprioritaskan pemerintah,” jelasnya.
Atas dasar itu pemerintah mesti mendesak China agar tetap memegang komitmen sesuai dengan kesepakatan awal. Dimana proyek kereta cepat Jakarta-Bandung ini dibangun atas kesepakatan bisnis to bisnis.
Sehingga dengan skema bisnis to bisnis permasalahan pembengkakan biaya selama proyek berjalan dapat diselesaikan dengan mekanisme bisnis, bukan melibatkan APBN yang bersumber dari hasil pungutan pajak masyarakat.
“Pemerintah sebaiknya menawarkan penjaminan melalui aset Kereta Cepat atau pemisahan risiko di PT PII. Masih banyak opsi yang rendah risiko dan tidak menimbulkan tekanan keuangan negara. Khususnya ketika risiko gagal bayar tinggi,” tegasnya.
Selain itu ia menilai pemerintah juga harus transparan menjelaskan konsekuensi dari tiap skema yang dipilih terkait kereta cepat Jakarta-Bandung kepada masyarakat. ***
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di "Google News"