KONTEKS.CO.ID – Tahun 2001 melalui pendidikan investigasi yang diadakan oleh Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Jakarta dan akhirnya ditempatkan magang di media, dan saya ditempatkan di Radio Jakarta News FM yang berada di kawasan Pondok Indah Jakarta Selatan. Akhirnya saya memutuskan untuk bekerja di sana dan tidak kembali ke PBHI karena ketertarikan saya dengan dunia jurnalistik.
Terlebih karena mengetahui orang-orang yang ada di sana adalah para aktivis yang memiliki idealisme yang sama. Dimiliki oleh salah satu menteri dari pemerintahan Gusdur, Rizal Ramli, Nur Pud Binarto (Alm) sebagai direktur utama, di barisan penyiar diantaranya ada M. Fadjroel Rachman, Ratna Sarumpaet, Dono Warkop (Alm).
Sementara untuk barisan reporter ternyata juga diisi oleh para aktivis 98 seperti Hendrik Sirait, Andi Lala, (Aktivis Pijar dari Universitas Nasional) (Alm) Risnawati (Aktivis Universitas Moestopo) dan masih banyak lagi para aktivis lainnya. Sebenarnya agak minder di barisan ini, karena sebagai aktivis 98, saya bukanlah yang terlalu menonjol. Dan saat itu Hendrik Sirait yang lebih dikenal dengan julukan ‘Iblis’ cukup melegenda dan kebanyakan aktivis mengenal dan menghormati perjuangannya.
Panggilan Iblis yang tadinya saya berpikir karena perjuangannya selama 98 atau karena dia fans Manchester United (MU) ternyata salah. Nama Iblis disematkan padanya saat masih mahasiswa di Universitas Nasional, Jakarta, gara-gara ia melepas kertas pemisah di antara dua toples berisi ikan cupang milik temannya. Seharian bersisian dalam toples tanpa kertas pemisah, ikan cupang itu mati karena terus menerus saling ngedokin satu sama lain. Temannya marah dan meneriakinya, “Ibliiissss….” Tersematlah nama itu sampai akhir hayatnya.
Tapi beruntung selain politik, ada satu kegemaran yang sama antara saya dan Hendrik yang menambah seru pembicaraan, yakni sepak bola. Meski kami adalah fans dari 2 klub rival di Inggris (Saya fans Liverpool, Hendrik Fans Manchester United) untuk negarapun selain jelas mendukung Timnas Indonesia, saya mendukung Inggris dan Brasil, Hendrik fans berat Jerman. Tapi itu membuat seru dan sering berdiskusi bahkan saling meledek antara kami.
Pernah suatu ketika di tahun 2002, pertandingan Final Piala Dunia antara Brasil melawan Jerman dan kami berencana untuk nonton bareng. Saya telah siap dengan atribut Brasil dan Hendrik dengan atribut Jerman tentunya. Ketika itu kami berencana menonton di kawasan SCBD dimana saat itu banyak sekali café di sana. Namun sayang semua tempat sudah terisi penuh. Lalu Hendrik mengajak saya untuk datng ke suatu tempat yang kita bisa nobar dan menikmati makanan dan minuman secara gratis tanpa menyebut nama tempatnya.
Dan saya setuju, dan kita langsung berangkat menuju lokasi. Sampai di lokasi betapa terkejutnya saya ketika tiba karena itu adalah Goethe Institut yang tidak lain adalah pusat kebudayaan Jerman di Indonesia. Sempat saya kesal dengan Hendrik, namun pertandingan sebentar lagi berlangsung, mau tidak mau saya ikut menonton di sana. Saat itu Brasil menang, tapi tentu saya tidak mungkin berekspresi senang berlebihan karena dikelilingi fans Jerman. Di sana saya melihat Hendrik adalah orang yang jahil.
Selain jahil, Hendrik adalah orang yang idealis. Untuk meningkatkan kesejahteraan kawan-kawan akhirnya kami mendirikan serikat pekerja yang tentu diperuntukan bagi karyawan Jakarta News FM, dan Hendrik terpilih menjadi ketua. Disana kami benar-benar bekerja dan memperjuangkan hak kami sebagai karyawan dan juga jurnalis.
Saat Gusdur akan dijatuhkan, Jakarta News FM mengambil sikap untuk memberi dukungan kepada Gusdur dan mendukung dekrit Presiden yang akan dikeluarkan oleh Gusdur karena Jakarta News FM melihat ketidakadilan yang diperlakukan kepada Gusdur.
Pada tahun 2003, kami ditunjuk untuk mewawancarai mantan Presiden Abdurrahman Wahid atau Gusdur di rumahnya kawasan Ciganjur. Setelah wawancara tersebut, Gusdur menanyakan kemungkinan tentang apakah dimungkinkan kalau Gusdur memiliki program tetap di Jakarta News FM, tanpa berpikir kami langsung mengiyakan karena kami yakin pimpinan perusahaan pasti akan setuju. Dan benar saja acara ini malah didukung seratus persen dengan nama program “Kongkow Bersama Gusdur” dan akan ditayangkan secara live pada hari Sabtu jam 7 pagi. Hendrik dan saya dipilih oleh pimpinan perusahaan membawakan acara ini.
Pada saat akan siaran pertama, kami yang sadar sulit untuk bangun pagi apalagi hari Sabtu, kami memutuskan untuk menginap di kantor. Ternyata di hari H jam 5.30 kami dibangunkan security karena ternyata Gusdur sudah datang dan menunggu di mobil. Buru-buru kami cuci muka dan segera bersiap-siap. Langsung bagi tugas, Hendrik menyiapkan bahan untuk talk show sedangkan saya menemui Gusdur dan rombongan. Setelah menyalami Gusdur dan seluruh rombongan, asisten Gusdur yang bernama Sulaiman memberikan telepon genggamnya kepada saya dan menyatakan bahwa Ibu Shinta akan bicara.
Dan benar saat itu Ibu Shinta menyampaikan agar Gusdur tidak diberikan kopi atau santan sebagai pantangan untuk penyakitnya. Namun ketika saya bertanya langsung kepada Gusdur apa minuman yang diinginkan, beliau langsung menjawab kopi, sementara untuk makanan beliau menginginkan nasi uduk.
Disitulah saya pusing dan segera berkonsultasi dengan Hendrik. Dan Hendrik menyatakan terpaksa kita menuruti kemauan Gusdur dan juga setelah dengan berbicara dengan seluruh rombongan karena jangan sampai ini membuat moodnya berantakan karena akan menyulitkan wawancara kita. Akhirnya kita memutuskan untuk memberikan apa yang diinginkan Gusdur.
Talk show ini ternyata sukses besar dengan banyaknya pendengar dan SMS yang masuk setiap minggunya. Bahkan embrio pendirian Gusdurian juga berasal dari para pendengar acara ini.
Saat itu saya juga mendapat tugas untuk mengikuti kemanapun Gusdur ikut. Hendrik yang saat itu menemani ayahnya yang sedang sakit lebih memilih berada di studio dan saya yang menemani Gusdur ikut ke berbagai daerah dan tetap menjalankan talk show.
Sampai ayah Hendrik dipanggil Tuhan, Gusdurpun datang ke rumah duka dan memberi penghormatan terakhir kepadanya. Saya mengantarkan Gusdur datang ke rumah Hendrik dan di sana Gusdur disambut oleh seluruh pelayat yang mengagumi Gusdur yang dianggap sebagai Bapak Toleransi yang melindungi kaum minoritas. Luar biasa ternyata sambutan masyarakat kepada Gusdur.
Sampai akhirnya di Jakarta News FM sendiri ada konflik dari pemilik frekuensi yang menjual sahal kepemilikan kepada salah satu media raksasa di Indonesia. Gusdur dan seluruh karyawan serta Serikat Pekerja berjuang untuk mendapatkan kembali ha katas frekuensi namun gagal karena menurut Gusdur ada keterlibatan pemerintah yang saat itu sudah dipimpin oleh Susilo Bambang Yudoyono yang disinyalir untuk meredam suara-suara kritis masyarakat. Di sini kita mulai berseberangan dengan beberapa tokoh Jakarta News FM, mulai Rizal Ramli ataupun Ratna Sarumpaet.
Akhirnya frekuensi tidak berhasil kami dapatkan dan Jakarta News FM terpaksa tutup siaran. Termasuk program Kongkow Bersama Gusdur yang tidak mengudara lagi. Tapi beberapa waktu kemudian Gusdur mendapatkan kembali siarannya di KBR68H dengan nama acara Kongkow Bareng Gusdur dan Guntur Romli yang menjadi host di acara tersebut.
Saya bersama Hendrikpun tahun 2007 bergabung di Radio Utan Kayu yang juga merupakan jaringan dari KBR68H di Jakarta. Tidak lama kemudian Hendrik menjadi ketua PBHI Jakarta dan setelah itu kami agak lepas hubungan. Sampai saya mendengar kalau Hendrik menjadi Ketua Umum Almisbat, sebuah organisasi yang mendukung Joko Widodo menjadi Presiden RI, dan akhirnya menjadi komisaris di salah satu BUMN.
Ketika Hendrik mulai sakit dan dirawat di RSPP, saya 3 kali berkesempatan mengunjunginya, dan meskipun mata saya berkaca-kaca saat dia menyatakan sudah pasrah dengan penyakitnya, namun sebenarnya Hendrik masih memiliki semangat untuk terus berjuang. Dan masih antusias membicarakan situasi dan perpolitikan bangsa.
Meskipun Hendrik pendukung MU, namun respect saya buat Hendrik tetap tinggi. Seperti kali ini saya mendukung salah satu fans MU, calon Presiden RI di pemilu 2024 mendatang, Ganjar Pranowo.
Selamat jalan Hendrik ‘Iblis’ Sirait, sudah tidak sakit lagi sekarang.
Ditulis oleh Ignatius Indro, Host Kongkow Bersama Gusdur, Aktivis 98, Ketua Umum Paguyuban Suporter Timnas Indonesia (PSTI).***
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di "Google News"