KONTEKS.CO.ID – Guru Besar Hukum Tata Negara yang juga mantan Wamenkumham Denny Indrayana berharap tidak ada tangan negara yang dipaksa dalam proses hukum terhadap dirinya. Wacana terkait putusan Mahkamah Konstitusi soal sistem pemilu legislatif harusnya dibantah dengan wacana.
Menurut Denny Indrayana, pelaporan seseorang berinisial AWW ke Mabes Polri salah satu cara memasukan paksa tangan negara  untuk proses hukum. Laporan tersebut terdaftar dengan Nomor: LP/B/128/V/2023/SPKT/Bareskrim Polri.
“Saya mencermati munculnya beberapa laporan polisi atas informasi yang saya sampaikan terkait akan dikeluarkannya putusan Mahkamah Konstitusi soal sistem pemilu legislatif apakah proporsional tertutup atau proporsional terbuka,” kata Denny Indraya melalui ketarangan resmi pada Minggu, 4 Juni 2023.
Penjelasan lebih jauh soal kemungkinan putusan MK, dan bagaimana melihat kecenderungan posisi para hakim konstitusi, Denny Indrayana tetap menyampaikan analisisnya yang lebih panjang. Soal pelaporan, Denny merasa ada instrumen hukum yang digunakan untuk membungkam sikap kritis.
“Seharusnya, persoalan wacana dibantah dengan narasi pula, bukan memasukkan tangan paksa negara, apalagi proses hukum pidana. Terlebih, pembicaraan terkait topik politik di waktu menjelang kontestasi Pemilu 2024 sangat rentan dengan kriminalisasi kepada lawan politik,” katanya.
Kontrol Putusan MK
Menurutnya, informasi melalui media sosial adalah upaya untuk mengontrol putusan Mahkamah Konstitusi sebelum dibacakan. Tentu karena putusan MK itu bersifat final and binding, tidak ada upaya hukum apapun dan langsung mengikat begitu dibacakan di sidang yang terbuka untuk umum. Nantinya, putusan yang telah dibacakan harus dihormati dan dilaksanakan. Denny kemudian mengingatkan bagaimana MK telah memutuskan masa jabatan pimpinan KPK.
“Tidak ada pilihan lain. Tidak ada lagi ruang koreksi. Masih segar dalam ingatan kita, bagaimana putusan MK terkait perpanjangan masa jabatan Pimpinan KPK, makin melumpuhkan kredibilitas KPK, karena memperpanjang pimpinan
yang problematik secara etika. Putusan itu juga menguatkan ada agenda strategi Pilpres 2024 yang dititipkan kepada perpanjangan masa jabatan Firli Bahuri cs,” katanya.
Putusan MK Sangat Penting
Denny Indrayana berpendapat, putusan terkait sistem pemilu legislatif sangat penting dan strategis, sehingga menjadi perhatian banyak kalangan. Tentu juga partai dan bacaleg, karena kadar suara rakyat pemilih tidak punya bobot menentukan jika MK memutuskan sistem proporsional dengan nomor urut (tertutup).
Karena sangat krusialnya putusan MK nanti, maka pengawalan publik hanya mungkin dilakukan sebelum putusan dibacakan. Dia memastikan ada informasi kredibel bahwa MK berpotensi memutus sistem proporsional tertutup. Dia mangajak khalayak luas untuk mencermati dan mengkritisi putusan yang akan dikeluarkan tersebut.
“Jangan sampai putusan terlanjur ke luar dan membuat demokrasi kita kembali mundur ke sistem pemilu proporsional tertutup ala Orde Baru yang otoritarian dan koruptif,” ujarnya lagi.
Denny Indrayana juga berpendapat kalau sistem peradilan kita yang masih belum ideal, terutama karena masih rentannya intervensi kuasa dan masih maraknya praktik mafia peradilan, menyerahkan putusan pengadilan hanya pada proses di ruang sidang saja, tidaklah cukup.
Siap Menghadapi Proses Hukum
Untuk memperjuangkan keadilan, harus ada kontrol melalui kampanye publik (public campaign) dan kampanye media (media campaign). Itulah strategi yang selalu dia jalankan di INTEGRITY Law Firm, karena argumentasi dan logika hukum semata, sayangnya bisa dikalahkan oleh kekuatan logistik kekuasaan dan praktik mafia peradilan.
Denny Indrayana akan menghadapi proses hukum yang sedang berjalan, dengan catatan proses itu tidak disalahgunakan untuk pembungkaman atas hak asasi kebebebasan berbicara dan berpendapat, sebagaimana saat ini nyata-nyata dialami rekan Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti.
“Jika prosesnya bergeser menjadi kriminalisasi kepada sikap kritis, maka saya akan menggunakan hak hukum saya untuk melakukan pembelaan melawan kedzaliman dan melawan hukum yang disalahgunakan,” katanya.***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"